Suara.com - Hein Yar Zar mengenang cinta pertamanya dengan goresan tato di dada. Menyadur Strait Times, Senin (8/3/2021), wanita itu adalah korban pertama yang tewas di tangan junta militer saat melakukan demonstrasi.
Sang kekasih, Mya Thwate Thwate Khaing ditembak di kepala dan meninggal setelah 10 hari di rumah sakit.
Hein Yar Zar berjanji untuk melanjutkan perjuangan menggapai demokrasi meski sang kekasih sudah tiada. Baginya, semangat perjuangan itu masih tetap hidup dan bergelora.
"Aku punya tato potretnya karena aku merindukannya - itu kenangan buat kita," ujarnya.
Baca Juga: Wanita Kehilangan Hak Asuh Anak karena Memiliki Tato dan Rambut Diwarnai
"Kami punya banyak rencana untuk tahun ini. Dia meninggal mendekati hari ulang tahunnya," lanjut pria 21 tahun itu.
Mya Thwate Thwate Khaing berusia 20 tahun ketika ditembak, gambar dirinya saat dipukul dibentangkan oleh demonstran anti-kudeta. Mereka menyebut ini sebagai 'martir'.
10 hari setelah ditembak, wanita muda ini tewas dan kematiannya menuai kecaman internasional.
Hein Yar Zar terhenyak lalu memamerkan tato di lengannya yang bertuliskan "Bersama selamanya" yang ia buat beberapa tahun lalu. Kelak, itu akan menjadi pengingat pilu tentang optimisme masa muda mereka.
"Tidak ada orang seperti dia," kata Hein Yar Zar.
Baca Juga: Sangar tapi Nyeleneh, Aksi Pria Pamer Tato Bikin Publik Ngakak
Ia juga memiliki tato lain bertuliskan angka '17.11.2015' yang memperingati kencan pertama mereka lima tahun lalu.
"Dia memberikan hidupnya untuk revolusi ini, sebagai kekasih, aku akan terus melakukan untuknya," katanya. "Aku akan terus berjuang agar revolusi ini menang."