GERAK Perempuan Desak Pemerintah Ratifikasi Konvensi ILO dan Sahkan RUU PKS

Senin, 08 Maret 2021 | 14:37 WIB
GERAK Perempuan Desak Pemerintah Ratifikasi Konvensi ILO dan Sahkan RUU PKS
Konferensi pers daring Aksi Hari Perempuan Internasional 2021. (Tangkapan layar daring)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gerakan masyarakat sipil yang tergabung dalam GERAK Perempuan menyerukan kepada seluruh wanita di Indonesia untuk melawan kekerasan terhadap perempuan serta menantang sistem politik yang mengabaikan hak rakyat. Seruan itu digaungkan bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional 2021, Senin (8/3/2021), hari ini.

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati menilai, mekanisme pemulihan termasuk peradilan di Indonesia gagal dalam menyelesaikan kekerasan sistematis yang menimpa perempuan.
Menurutnya, negara justru melakukan kekerasan sistematis tersebut.

“Tidak bisa dielakkan, negara Indonesia masih abai melindungi perempuan dan bersamaan melakukan diskriminasi,” kata Asfinawati dalam konferensi pers daring Aksi Hari Perempuan Internasional 2021.

Sejalan dengan hal tersebut, Presidium Lingkar Studi Feminis Tangerang Nurcahyani Eva mengimbau kepada seluruh perempuan di Indonesia untuk berani menyuarakan pendapatnya.

Baca Juga: Hari Perempuan Internasional 2021, Jangan Abaikan 5 Kondisi Berikut

“Maka dari itu, kita sebagai anak muda juga perlu menyuarakan aspirasi untuk mewakili para perempuan dan gerakan akar rumput. Kami ingin pemerintah meratifikasi konvensi ILO dan pengesahan RUU PKS,” ujar Eva.

Lemahnya peradilan bagi perempuan juga dirasakan oleh kelompok pekerja rumah tangga.

Elyarumiyati dari JALA PRT menyebutkan, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sudah mangkrak selama 17 tahun.

Menurutnya, hal ini dikarenakan RUU PPRT tidak dianggap memberikan kontribusi untuk menyelamatkan krisis ekonomi.

Lebih lanjut, ketimpangan peradilan ini juga dialami oleh para jurnalis perempuan di Indonesia. Sebagai pekerja media yang bertugas memperjuangkan demokrasi, jurnalis perempuan sering kali tak luput dari para pelaku kekerasan.

Baca Juga: Hari Perempuan Sedunia, Ini Kisah Cewek ini Dilahirkan Tanpa Rahim

Dalam Catatan Tahunan (CATAHU) 2021 yang dirilis Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) disebutkan, sebanyak 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang tahun 2020.

Meski jumlah ini turun sebesar 31 persen dari tahun sebelumnya, namun tindakan kekerasan terhadap perempuan tidak kunjung berkurang.

Data Komnas Perempuan juga mencatat, selama pandemi, angka kasus kekerasan berbasis gender siber/online (KGBO) melonjak hingga 940 kasus. Jumlah ini meningkat tajam dari sebelum pandemi atau tahun 2019 yang mencapai 241 kasus. 

AJI Indonesia mencatat, sepanjang tahun 2020 terdapat 84 kekerasan terhadap jurnalis yang sebagian besar berupa intimidasi, kekerasan fisik, dan perusakan alat kerja yang mayoritas dilakukan oleh oknum aparat.

Selain itu, dari hasil survei AJI Jakarta pada Agustus 2020 ditemukan sebanyak 25 dari 34 responden jurnalis mengaku pernah mengalami kekerasan seksual.

“Momen hari ini, kami menuntut negara untuk lebih serius melindungi hak pekerja media perempuan. Perusahaan media juga harus memenuhi hak pekerja perempuan dan berkomitmen untuk melindungi jurnalis yang menjadi korban kekerasan seksual,” kata Ika Ningtyas selaku Sekretaris Jenderal AJI Indonesia.

Setidaknya ada empat tuntutan yang digulirkan Gerak Perempuan kepada pemerintah. Adapun tuntutan itu sebagai berikut:

  1. Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
  2. Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
  3. Tolak RUU Ketahanan Keluarga; dan
  4. Batalkan UU Cipta Kerja. 

(Maulida Balqis)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI