Kakak Adik Korban Perkosaan Kakak Ipar di Sumbang Terungkap

Siswanto Suara.Com
Senin, 08 Maret 2021 | 13:57 WIB
Kakak Adik Korban Perkosaan Kakak Ipar di Sumbang Terungkap
Ilustrasi kekerasan seksual, pelecehan seksual - (Suara.com/Ema Rohimah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pelaku kekerasan seksual terhadap kakak beradik berusia 12 tahun dan 16 tahun di Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, digelandang ke kantor polisi Banyumas pada Jumat (5/3/2021). Perkosaan terjadi pada Maret dan April 2019.

Kasus tersebut terungkap sekarang karena korban baru menceritakan kasusnya kepada orang tua mereka pada Januari 2021.

“Saat ini hubungan antara kedua korban dengan pelaku AC, adalah kakak ipar. Tapi pada saat kejadian, pelaku belum menikah dengan kakak kedua korban itu,” kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Banyumas Komisaris Berry. (Hestek.id).

Polisi menjelaskan -- berdasarkan keterangan korban -- beberapa bagian peristiwa ketika kekerasan seksual terjadi di rumah korban.

Baca Juga: Aksi Hari Perempuan Internasional di Patung Kuda

Setelah korban berani berterus terang, korban dan orangtua mereka mendatangi pelaku untuk memastikan.

“Pelaku akhirnya mengakui sudah menyetubuhi SOV dan ME. Atas kejadian itu, SAR melaporkan menantunya ke Polresta Banyumas,” kata Berry.

Polisi telah mendapatkan beberapa alat bukti penting dalam kasus tersebut.

AC dijerat dengan Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014 Jo UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Hari Perempuan Internasional

Baca Juga: Apa yang Dirasakan Korban Kekerasan Seksual di Keluarga Mereka?

Secara keseluruhan, Komnas Perempuan mencatat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama tahun pandemi 2020. Angka ini turun signifikan dari data tahun 2019 sebanyak 431.471 kasus. [BBC Indonesia]

Komnas Perempuan mengaku bergantung pada mitranya di seluruh Indonesia, seperti pengadilan negeri dan berbagai lembaga swadaya masyarakat, untuk mengumpulkan data. Kesenjangan infrastruktur di tengah pandemi membuat institusi di Pulau Jawa lebih responsif dalam proses pendataan.

"Juga karena negara tidak siap untuk adaptasi sistem layanan korban dengan pandemi," tambah Siti Aminah Tardi, komisioner Komnas Perempuan.

Namun yang paling penting, pendataan sangat bergantung pada korban yang bisa melaporkan kekerasan yang dialami. Jika pertolongan dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual tetap sulit diakses, kejahatan terselubung tersebut akan tetap bertahan selama pandemi masih berlangsung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI