Moeldoko Ketum Demokrat Versi KLB, Apakah Bisa Jadi Batu Loncatan 2024?

Siswanto Suara.Com
Jum'at, 05 Maret 2021 | 17:24 WIB
Moeldoko Ketum Demokrat Versi KLB, Apakah Bisa Jadi Batu Loncatan 2024?
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. (Suara.com/Ummi H. S).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021), menetapkan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko menjadi ketua umum Demokrat periode 2021-2025. Apakah bisa jadi batu loncatan bagi Moeldoko untuk maju ke bursa pemilihan presiden tahun 2024?

"Itu bergantung karena setelah KLB akan terbentuk kepengurusan kembar sehingga pertarungan selanjutnya memperebutkan legalitas dari Kemenkumham," kata analis politik dari lembaga Indo Strategi Research and Consulting Arif Nurul Imam kepada Suara.com.

Jika Moeldoko memperoleh keabsahan dan legalitas dari Kemenkumham, maka bisa jadi modal kendaraan politik untuk maju sebagai calon presiden, kata Arif.

"Tinggal mencari dukungan parpol lain agar memenuhi syarat pencalonan. Namun jika tak memperoleh pengesahan dari Kemenkumham maka prospeknya kecil."

Baca Juga: Tak Ada Tawar Menawar, Demokrat Sumut Tidak Akui Hasil KLB Deli Serdang

Kubu Agus Harimurti Yudhoyono menentang KLB yang mereka sebut ilegal.

"Kubu AHY menyebut ilegal, namun nanti ujungnya berebut pengesahan kepengurusan dari Kemenkumham," kata Arif.

Arif menjelaskan dalam realitas politik sekarang, fenomena KLB atau sejenisnya yang diselenggarakan partai sering terjadi, terutama sejak era kepemimpinan Presiden Jokowi. Misalnya, di Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan,  dan Partai Berkarya.

Menurut Arif, persoalan ketiga partai tersebut dipicu dari keadaan nyaris serupa dengan situasi di internal Demokrat sekarang. Bermula dari ketidakpuasan terhadap kepengurusan yang sah sampai berujung konflik berlarut-larut, akhirnya kelompok yang terpinggirkan menggerakkan KLB.

"Terlepas memenuhi aturan yang tertuang dalam AD/ART atau tidak, dari pengalaman ketiga partai itu, KLB tetap dilangsungkan," kata Arif.

Baca Juga: KLB Bikin Terbelah Kubu AHY-Moeldoko, Konflik Demokrat Bakal Panjang

Walau terjadi perdebatan, hasil KLB ketiga partai tadi justru mendapatkan pengesahan dari Kemenkumham, sementara kepengurusan sebelumnya, justru tak mendapat pengakuan dan pengesahan dari pemerintah.

"Akibatnya, struktur kepengurusan lama menjadi illegal karena tak memiliki legalitas. Artinya, menabrak AD/ART atau tidak, kepengurusan hasil KLB, justru yang memiliki legalitas dari Kemenkumham," kata Arif.

"Di sinilah yang jadi titik kritis, karena dari pengalaman, kemungkinan pemberian pengesahan dari Kemenkumham tak lepas dari pertimbangan politis. Yang dimaksud dengan pertimbangan politis adalah kelompok yang memiliki kedekatan dengan penguasa ada kecenderungan akan memperoleh legalitas dari pemerintah, Kemenkumham. Pandangan seperti ini tentu bukan datang tanpa dasar pengalaman, setidaknya jika melihat pengalaman Partai Golkar, PPP dan Partai Berkarya."

Arif mengatakan walau boleh jadi lemah secara legitimasi, dari legalitas tersebut, kepengurusan yang diakui Kemenkumham memiliki otoritas dan kewenangan untuk mengatur organisasi, termasuk dalam keputusan-keputusan politik strategis.

"Misalnya, dukungan partai dalam pilpres dan pilkada, pencalegan, serta menerima dana subsdi dari pemerintah," katanya.

Menurut Arif, walaupun Moeldoko berkali-kali menepis tuduhan dari Partai Demokrat sebagai motor gerakan tersebut, kalau perhelatan itu benar-benar terjadi, bisa jadi bakal memeroleh legalitas dari Kemenkumham.

"Ini karena posisi Moeldoko sekarang ini merupakan pejabat yang berada di lingkaran dekat Istana yang bisa saja karena jabatannya akan lebih mudah untuk memeroleh legalitas. Jika misalnya, Kemenkumham akhirnya memberikan pengesahan kepada kepengurusan hasil KLB, maka berakhir sudah kepengurusan Partai Demokrat yang dipimpin AHY," kata Arif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI