Suara.com - Kepolisian mengatakan langkah menetapkan enam anggota Front Pembela Islam yang meninggal dunia sebagai tersangka dalam kasus insiden baku tembak di jalan tol Jakarta-Cikampek, KM 50, Desember lalu sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum.
Namun pakar hukum dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menyebut langkah itu tidak lazim dalam hukum acara pidana namun juga memancing munculnya kecurigaan di masyarakat.
Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Agus Andrianto kepada wartawan mengatakan Kamis, (04/03) langkah itu "artinya bahwa proses terhadap perbuatan awal kejadian itu tetap kita proses. Nanti kita SP3 (penghentian penyidikan) karena tersangka meninggal dunia."
- Rekonstruksi penembakan, polisi sebut dua anggota FPI tewas dalam baku tembak
- Pemerintah larang kegiatan FPI, polisi larang masyarakat unggah dan sebarkan konten terkait FPI
- Komnas HAM temukan bukti 'memperjelas' insiden tewasnya anggota FPI, apa yang diketahui sejauh ini?
Kuasa hukum enam anggota FPI tersebut, Sugito Atmo Pawiro bahkan menuding langkah polisi tersebut sebagai upaya untuk menghilangkan tanggung jawab atas dugaan penembakan oleh personelnya yang menyebabkan enam anggota FPI tewas - dua dalam baku tembak, empat tewas setelah diamankan polisi, berdasarkan rekomendasi temuan Komnas HAM.
Baca Juga: Kasus Unlawful Killing FPI, Tiga Polisi Dibebastugaskan Sementara
Bareskrim Polri menyatakan enam anggota FPI itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyerangan terhadap anggota Polri dan dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan.
'Membentuk alasan hukum atas upaya paksa'
Pakar hukum dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menduga upaya penetapan tersangka untuk kemudian akan di-SP3 terhadap enam anggota FPI adalah bentuk penegasan dan pembenaran bahwa yang dilakukan polisi pada malam itu terhadap enam anggota FPI adalah benar dan memiliki dasar hukum.
"Pertanyannya untuk apa orang meninggal ditetapkan sebagai tersangka? Karena perkaranya tidak bisa dilanjutkan. Jadi artinya ada tujuan lain dari penetapan tersangka itu.
"Saya menduga melalui status tersangka, pihak polisi mau mengatakan bahwa upaya paksa yang dilakukan pada malam itu adalah satu upaya yang sah karena mereka adalah para tersangka," kata Agustinus.
Alasan kedua menurut Agustinus adalah polisi ingin menyampaikan bahwa mereka memiliki bukti para anggota FPI itu bersalah.
Baca Juga: Status Tersangka 6 Laskar FPI Dicabut, Ada Dugaan Unlawfull Killing Polisi
"Saya menduga kepolisian ingin meyakinkan publik bahwa mereka yang sudah terbunuh itu adalah orang-orang yang punya indikasi telah melakukan satu tindak pidana, dan polisi punya bukti-bukti, atas dasar itu polisi ingin memberikan penguatan bahwa dengan penetapan tersangka," kata Agustinus.
Namun Agustinus menambahkan, cara seperti itu tidak tepat dan tidak lazim dilakukan karena "sebaiknya cukup dengan memaparkan dan menjelaskan kepada Komnas HAM atau lembaga terkait, tidak perlu sampai penetapan tersangka kepada yang meninggal dunia."
"Dampak negatif dari cara tidak biasa ini, saya mengkhawatirkan ada sebagian masyarakat yang justru mencurigai kepolisian sebagai upaya menutup sesuatu ini kan tidak baik, harusnya polisi bersifat terbuka terhadap semua hal," katanya.
'Melepas tanggung jawab dan pengalihan substansi'
Keputusan polisi menetapkan enam anggota FPI sebagai tersangka dan kemudian mengeluarkan SP3 merupakan bentuk upaya untuk melepas tanggung jawab atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan personelnya.
"Seakan-akan enam orang meninggal itu semua bersalah. Jadi supaya polisi tidak punya beban, tidak disalahkan, sementara dari pihak polisi yang harusnya menjadi pelindung masyarakat tidak ada ada tersangkanya, ini benar-benar dagelan kasus," kata Sugito.
Sugito menambahkan, keputusan ini juga sebagai bentuk upaya polisi yang sedang melakukan pengalihan isu akan substansi masalah, dari fakta yang diungkapkan dalam rekomendasi Komnas HAM, yaitu dua orang anggota FPI meninggal dalam baku tembak, dan enam meninggal saat diamankan petugas polisi,
"Polisi sedang melakukan pengalihan substansi perkara dari yang sebenarnya. Polisi tidak ingin dipandang sebagai pihak yang bersalah. Penetapan tersangka ini yang menekankan bahwa mereka semua bersalah padahal seorang yang meninggal tidak bisa ditetapkan tersangka, masa mayat tersangka," katanya.
Komnas HAM: Kami harap rekomendasi dijalankan dengan cepat
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan penetapan tersangka dan SP3 merupakan kewenangan penyidik. Beka berharap agar polisi menjalankan rekomedasi yang sudah diberikan secara cepat.
"Tiga anggota polisi yang ada di mobil bersama empat anggota FPI yang meninggal statusnya sudah jadi terlapor. Kami tunggu bagaimana kemudian status terlapor ini dijalankan proses hukum, untuk kemudian jadi tersangka, dan dibawa berkasnya ke kejaksaan, kita tunggu bersama," ujarnya.
Komnas HAM telah memberikan seluruh barang bukti, hasil temuan serta rekomendasi kepada polisi.
"Karena ini menjadi prioritas dari Kapolri dan Kabareskrim yang baru, keadilan bagi korban dan keluarga korban segera dihadirkan. Kami juga meminta agar polisi terbuka, transparan dalam setiap proses penyelidikan penyidikan sehingga bisa diketahui oleh publik, dan publik tidak bertanya-tanya dan berspekulasi jauh lagi," katanya.
- Mengapa negara dituding 'sering gamang' menyikapi FPI dan Rizieq Shihab
- Penembakan pengikut Rizieq Shihab, polisi klaim 'ada jelaga di tangan pelaku', FPI mengaku 'ada saksi yang melihat kejadian'
Kejadian dugaan pembunuhan itu terjadi saat polisi yang sedang melakukan pengintaian terhadap rombongan mantan pemimpin FPI Rizieq Shihab pada akhir tahun lalu itu dihalangi oleh enam anggota FPI.
Hasil investigasi Komnas HAM menegaskan bahwa dua anggota FPI tewas akibat baku tembak dengan polisi di KM 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Sementara, empat anggota lainya tewas saat sudah dibawa dan berada di mobil petugas. Komnas HAM menyatakan ada indikasi unlawfull killing atau pembunuhan yang terjadi di luar hukum terhadap empat orang tersebut.
Kabareskrim: Ini bentuk pertanggunjawaban hukum
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto mengungkapkan alasan keputusan polisi menetapkan enam anggota FPI sebagai tersangka.
"Untuk pertanggungjawaban hukumnya kan harus ada. Artinya bahwa proses terhadap perbuatan awal kejadian itu tetap kita proses," kata Agus.
Walaupun ditetapkan sebagai tersangka, lanjut Agus, polisi kemudian akan juga mengeluarkan Surat Penetapan Penghentian penyidikan (SP3) karena tersangka meninggal dunia sesuai dengan Pasal 109 KUHP.
Sementara itu saat ditanya mengenai kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan oleh polisi kepada keempat anggota FPI itu, Agus mengatakan, "penyidikan kita sudah gelar pertama dengan kejaksaan karena nantinya akan dilakukan penuntutan oleh mereka. Artinya seluruh proses berjalan dengan pengawasan dari kejaksaan yang nanti akan melakukan penuntutan," kata Agus.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, kepolisian sudah menerbitkan Laporan Polisi (LP) soal dugaan adanya Unlawful Killing di kasus penyerangan Laskar FPI tersebut.
Saat ini, Argo menyebut, ada tiga polisi dari jajaran Polda Metro Jaya yang sudah berstatus terlapor. Hal itu sebagaimana dengan instruksi Kapolri untuk menjalankan rekomendasi dan temuan dari Komnas HAM soal perkara ini.
"Rekomendasi dan temuan Komnas HAM, kami sudah jalankan. Saat ini masih terus berproses," ujar Argo.