Suara.com - ]Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) selaku tim kuasa hukum Jumhur Hidayat menyatakan jika saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan hari ini tidak mempunyai kapasitas. Saksi tersebut adalah Husein Shahab, pihak yang melaporkan sang pentolan KAMI ke Bareskrim Polri.
Oky Wiratama selaku tim kuasa hukum menyatakan, Husein kerap mengeluarkan pendapat pribadi saat memberikan keterangan. Padahal, sebagai seorang saksi fakta, sudah seharusnya Husein memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dia lihat, dengar, dan ketahui.
"Justru saksi fakta banyak membicarakan terkait dengan pandangan dia pribadi, pun di BAP banyak sekali jawaban-jawaban saksi fakta tersebut yang berdasarkan pandangan dia," kata Oky usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/3/2021).
Senada dengan Oky, Arif Maulana yang juga tergabung dalam tim kuasa hukum menilai, Husein tidak dapat menjelaskan fakta secara terbuka. Bahkan, keterangan yang disampaikan oleh Husein tidak bisa membuat kasus semakin jelas dan gamblang.
Baca Juga: Tak Paham Omnibus Law, Jumhur Hidayat: Pelapor Ini Suruhan dan Bayaran!
"Yang kami tahu, justru saksi menutupi informasi yang itu penting," papar Arif.
Arif menyebut, saksi Husein tidak terbuka soal latar belakangnya -- bahkan berasal dari organisasi apa. Kemudian, keterangan yang disampaikan Husein lebih banyak tidak berkesesuain dengan apa yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Sementara ketika di pengadilan, ketika kami hendak menanyakan hal-hal yang sifatnya prinsip substantif yang itu membuka keterangan, yang mestinya bisa membuka tabir dalam kasus ini, tapi justru kemudian tidak mau menjawab," papar Arif.
Curiga Orang Suruhan
Jumhur Hidayat merasa curiga atas laporan yang dibuat Husein Shahab kepada pihak kepolisian terkait cuitan di Twitter mengenai Omnibus Law - UU Cipta Kerja. Jumhur menilai, sosok Husein dan rekan-rekannya disuruh -- bahkan dibayar -- untuk melaporkan dirinya ke Bareskrim Polri.
Baca Juga: Tuding Pentolan KAMI Sebar Hoaks, Pelapor Akui Belum Baca UU Omnibus Law
Pernyataan Jumhur bukan tanpa dasar. Sebab, sebagaimana yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), kalimat yang disampaikan Husein serupa dengan saksi sebelumnya, Febrianto Budio -- yang juga berstatus sebagai pelapor.
"Saya mencurigai bahwa, pelapor ini suruhan dan bayaran. Karena dua orang (Husein dan Febrianto) kalimatnya persis sama dengan BAP. Tidak mungkin ada kebetulan dari dua orang yang ratusan kata itu sama semua," ungkap Jumhur yang wajahnya terpampang pada layar di ruang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Jumhur meyakini, ada pihak-pihak yang menyuruh Husein dan Febrianto untuk membikin laporan ke polisi. Setelah laporan dilakukan, maka keduanya mendapat 'ongkos' dari pihak yang menyuruh.
"Jadi ini hanya mungkin dilakukan oleh orang yang lapor ke saya. 'Laporkan dan kemudian nanti kamu saya kasih ongkos pulang'. Ini sangat mungkin dilakukan sepertu itu," jelasnya.
Tak hanya itu, Jumhur menyatakan bahwa Husein tidak mempunyai kapasitas untuk menilai pemikiran seseorang. Sebab, dalam sidang yang berlangsung pada hari ini, Husein sama sekali tidak paham tentang Omnibus Law - UU Cipta Kerja -- bahkan belum pernah membaca naskahnya.
"Saya melihat bahwa saksi ini tidak punya kapasitas apa-apa untuk menilai pikiran orang benar atau salah. Saudara saksi tidak tahu apa-apa soal Omnibus Law," beber pentolan KAMI tersebut.
Dengan demikian, Jumhur menyatakan kalau Husein tidak pantas duduk sebagai saksi dalam persidangan. Serupa pada kalimat awal, dia menyebut kalau Husein diberi 'ongkos' untuk membikin laporan.