Suara.com - Cuitan Jumhur Hidayat mengenai Omnibus Law - UU Cipta Kerja di jejaring Twitter menjadi alasan bagi Husein Shahab membikin laporan ke polisi. Demikian fakfa tersebut diketahui saat Husein duduk sebagai saksi dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/3/2021).
Di depan majelis hakim, Husein menyatakan jika cuitan sang pentolan KAMI itu termasuk dalam kategori ujaran kebencian atau hate speech.
Atas dasar itu, tim kuasa hukum Jumhur yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) bertanya soal parameter perihal pengertian ujaran kebencian yang dimaksud.
"Saudara saksi menganggap Twit terdakwa sebagai ujaran kebencian. Yang saksi tahu, parameternya apa?" tanya Nelson Nikodemus Simamora selaku salah satu tim kuasa hukum.
Baca Juga: Kasus Penyebaran Hoaks, Pelapor Sebut Cuitan Jumhur Bisa Picu Emosi
Husein, dalam jawabannya menyatakan, cuitan Jumhur seperti 'Bangsa Kuli' atau 'Investor Rakus' begitu sentimentil. Namun, parameter dalam pengertian Husein hanya pada tataran penggunaan kata 'kuli' yang dianggap bukan sebagai representasi masyarakat Indonesia.
"Menurut saya, itu sentimen yang mulia, ujaran kebencian. Sementara bangsa kita bukan sebagai bangsa yang seperti itu. Bukan seperti yang dibahasakan terdakwa. Yang dimaksud dengan bangsa kuli ya parameternya jelek. Kan kuli cuma dikasih makan saja," jawab Husein.
Nelson selanjutnya bertanya dasar apa yang menyatakan jika cuitan Jumhur dapat memicu konflik di tengah masyarakat. Kepada Nelson, Husein menyebut jika cuitan Jumhur memicu perusakan hingga pembakaran buntut dari unjuk rasa yang ada.
"Saksi bilang Twitt tentang 'Pengusaha Rakus' dan 'Bangsa Kuli' bisa memicu konflik. Dasarnya apa?" tanya Nelson.
"Dasar kami ketika melihat adanya keonaran di masyarakat, yang muncul ada kebakaran, ada perusakan, itu yang kami maksud. Dasarnya ya saya melihat dari situ. Kalau kami tidak melaporkan akan timbul lebih besar," beber Husein.
Baca Juga: Bercerita di Sidang, Pelapor Sebut Jumhur Hidayat Provokasi Lewat Cuitan
Kesaksian Husein
Husein dalam hal ini merasa keberatan atas unggahan Jumur yang menulis tentang Bangsa Kuli dan Investor Rakus. Menurut dia, apa yang disampaikan Jumhur dalam menanggapi isu Omnibus Law - UU Cipta Kerja bisa memicu emosi masyarakat.
JPU lantas melayangkan pertanyaan pada Husein perihal dampak apa yang terjadi atas cuitan Jumhur di Twitter. Menurut informasi yang diterima Husein dari media sosial dan pemberitaan, terjadi unjuk rasa yang meluas menjadi kerusuhan.
"Saudara saksi, apakah ada efek dari postingan tersebut?" jawab JPU.
"Di berbagai tempat ada demo, ada kerusuhan. Dari media yang saya baca, termasuk ada pengrusakan halte MRT itu ya salah satunya," jawab Husein.
Menurut Husein, Jumhur merupakan tokoh cum aktivis yang mempunyai pengaruh besar di masyarakat. Lanjut dia, apa saja yang diungkapkan Jumhur pasti akan menimbulkan dampak -- baik maupun benar.
"Menurut saya terdakwa tokoh yang punya pengaruh di masyarakat, sehingga ketika dia mengeluarkan pendapat pasti punya dampak. Dampak iti bisa baik bisa buruk. Ketika ada pendapat itu ada unsur berita bohong provokasi itu bisa menimbulkan dampak negatif di masyarakat," papar Husein.
Dakwaan
Sebelumnya, Jumhur didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya di Twitter soal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Lewat cuitanya itu, Jumhur juga dianggap membuat masyarakat menjadi berpolemik. Hal tersebut berimbas kepada aksi unjuk rasa pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
Dalam dakwaan itu, Jumhur dijerat dengan dua pasal alternatif. Pertama, dia dijerat Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari UU RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.