Suara.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menganggap aneh saat mendengar pihak kepolisian menetapkan enam laskar FPI yang tewas ditembak polisi sebagai tersangka. Apabila mengikuti aturan seperti itu, menurut YLBHI maka seharusnya Presiden ke-2 RI Soeharto juga bisa ditetapkan dengan status yang sama.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan pihaknya merasa aneh karena penetapan tersangka yang dilakukan pihak kepolisian itu bertentangan dengan hukum. Dalam Pasal 77 KUHP jelas disebutkan kalau kewenangan menuntut pidana dihapus kalau tertuduh meninggal dunia.
"Jika mengikuti 'permainan' kepolisian dalam kasus enam orang FPI maka seharusnya kepolisian juga meneruskan kasus Soeharto dan lain-lain," kata Isnur dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/3/2021).
Lebih lanjut, Isnur menerangkan kalau dalam ketentuan hukum acara pidana dijelaskan bahwa tersangka memiliki serangkaian hak untuk membela diri dan membantah tuduhan, mengajukan saksi yang meringankan, hak atas bantuan hukum dan lainnya.
Baca Juga: 6 Laskar FPI Tewas Ditembak Polisi Jadi Tersangka, Munarman: Baca Pasal 77
"Maka bagaimana pula tersangka bisa melakukan hal-hal terkait haknya ini," ujarnya.
Dengan demikian, YLBHI menyarankan agar pihak kepolisian tidak meneruskan proses hukum yang membelit laskar FPI tersebut. Hal itu disampaikan YLBHI supaya tidak makin merusak prinsip negara hukum serta menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum.
"Pada akhirnya, ini bukan hanya tentang kasus enam orang anggota FPI, tetapi tentang bagaimana Indonesia sebagai Negara Hukum yang tegas disebutkan oleh Pasal 1 Ayat 3 Konstitusi tegak dan berlaku."
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi mengatakan dalam waktu dekat, berkas perkara keenam tersangka dilimpahkan ke Kejaksaan Agung untuk selanjutnya dibuat keputusan.
"(Penghentian perkara) itu kan bisa dipenyidikan bisa dipenuntutan," katanya.
Baca Juga: Ikuti Sumpah Mubahalah, Amien Rais Ucap Laknat Dunia dan Akhirat
Sebelumnya, Komnas HAM menyebutkan adanya dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan anggota polisi dalam kasus penembakan terhadap enam laskar FPI yang tengah mengawal Habib Rizieq Shihab.
Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam mengatakan dua dari enam laskar ditembak polisi di jalan tol, sedangkan empat larkas lagi ditembak ketika sudah berada di tangan polisi -- hingga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran HAM.
Choirul menjelaskan dugaan pelanggaran HAM berawal dari peristiwa saling serempet kendaraan polisi dan laskar pengawal Habib Rizieq, kemudian berakhir dengan keributan.
"Dalam kejadian itu, dua laskar FPI meninggal dunia. Sementara empat laskar FPI lainnya masih hidup," kata Choirul Anam, Jumat (8/1/2021).
Choirul menyebut empat laskar masih hidup sampai di jalan tol Cikampek KM 50, namun setelah dalam penguasaan polisi, mereka kemudian tewas.
"Maka peristiwa tersebut merupakan bentuk dari peristiwa pelanggaran hak asasi manusia," kata Choirul.
Polisi diduga melakukan penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu. Padahal, kata dia, polisi seharusnya bisa melakukan upaya lain untuk menghindari semakin banyaknya korban jiwa.
"Kami juga mengindikasikan adanya tindakan unlawful killing terhadap empat orang laskar FPI," kata dia.