Suara.com - Otoritas militer Myanmar hingga kini sudah mendakwa 6 jurnalis yang meliput aksi protes anti-kudeta yang dilakukan warga sejak bulan Februari.
Menyadur Barrons, Kamis (4/3/2021) seorang fotografer Associated Press bernama Thein Zaw (32) ditangkap pada hari Sabtu saat dia meliput demonstrasi di pusat komersial Myanmar, Yangon.
Pengacara Thein Zaw mengatakan kliennya dan lima jurnalis Myanmar lainnya telah didakwa berdasarkan undang-undang karena "menyebabkan ketakutan, menyebarkan berita palsu atau membuat marah pegawai pemerintah secara langsung atau tidak langsung".
Junta mengubah undang-undang bulan lalu untuk meningkatkan hukuman maksimal dari dua tahun menjadi tiga tahun penjara.
Baca Juga: Ikon Perlawanan Myanmar, Suster Berlutut agar Militer Tak Tembak Demonstran
"Ko Thein Zaw hanya melaporkan sejalan dengan undang-undang kebebasan pers - dia tidak memprotes, dia hanya melakukan pekerjaannya," kata Tin Zar Oo, pengacara sang fotografer.
Tin menambahkan bahwa keenam jurnalis tersebut saat ini sedang ditahan di penjara Insein yang terletak di Kota Yangon.
Amerika Serikat langsung bereaksi dengan menyerukan pembebasan jurnalis tersebut. Sebelumnya AS juga sudah memberikan sanksi kepada para jenderal yang melakukan kudeta.
AS "dengan tegas menjelaskan bahwa itu tidak dapat diterima bahwa wartawan yang hanya melanjutkan kewajiban mereka terhadap warga negara yang terinformasi ditahan karena melakukan kegiatan itu," juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan kepada wartawan di Washington.
Lima jurnalis lainnya berasal dari Myanmar Now, Myanmar Photo Agency, 7Day News, Zee Kwet Online News dan seorang freelancer, menurut laporan Associated Press.
Baca Juga: Militer Myanmar Tembaki Demonstran Hingga Tewas Meski Aksi Damai
Wakil presiden berita internasional AP Ian Philips menyerukan agar Thein Zaw segera dibebaskan oleh junta Myanmar.
"Jurnalis independen harus diperbolehkan memberitakan berita dengan bebas dan aman tanpa takut akan pembalasan," katanya. "AP mencela dengan tegas penahanan sewenang-wenang Thein Zaw." tegasnya.
Sejak kudeta, pihak berwenang terus meningkatkan taktik mereka melawan pengunjuk rasa anti-militer dengan menggunakan gas air mata, meriam air, dan peluru karet, serta penggunaan peluru tajam.
Rabu (3/3) dianggap hari paling berdarah sejak pengambilalihan militer, dengan PBB mengatakan sedikitnya 38 orang tewas di seluruh negeri.
Menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 1.200 orang telah ditangkap sejak kudeta, dengan sekitar 900 orang masih di balik jeruji besi atau menghadapi dakwaan.
Tetapi jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, media yang dikelola pemerintah melaporkan bahwa pada hari Minggu saja lebih dari 1.300 orang telah ditangkap.
AAPP mengatakan bahwa 34 wartawan termasuk di antara mereka yang ditahan, dengan 15 orang sejauh ini telah dibebaskan.
"Penindasan ini menghalangi arus informasi dan berita yang akurat," kata AAPP, seraya menambahkan bahwa wartawan menjadi sasaran kekerasan meskipun memiliki kredensial yang jelas.