Suara.com - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengomentari kabar yang menyebut enam laskar FPI meninggal dunia ditetapkan jadi tersangka. Dia mengatakan, sampai sekarang rasanya masih banyak yang kurang masuk akal.
Refly Harun mengungkit penyidikan Komnas HAM terkait pemilikan senpi (senjata api). Dia menyinggung rasanya ada pihak yang cemen.
Hal itu diungkapkan oleh Refly Harun lewat video yang disiarkan dari kanal YouTube miliknya, Kamis (4/3/2021) dinihari.
Refly Harun mengatakan, penetapan enam Laskar FPI meninggal dunia menjadi tersangka kasus baku tembak yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek itu membingungkan sampai dia menghubungi seorang ahli hukum pidana.
"Agak membingungkan. Saya sempat telfon ahli hukum pidana. Saya tanya kira-kira pernah tidak ada sebuah preseden, mayat atau jenazah dijadikan tersangka. Dia bilang sependek pengetahuan saya tidak pernah," ungkap Refly Harun seperti dikutip Suara.com.

"Biasanya orang dijadikan tersangka, (kalau meninggal) kasusnya dihentikan. Kasusnya ada di Ustaz Maaher At Thuwailibi. Kasus pidana dan perdata beda. Perdata kalau meninggal bisa dialihkan pihak lain yang berhubungan. Kalau pidana individual responsibility. Gak lazim," sambungnya.
Refly Harun lalu mengungkit hasil rekomendasi Komnas HAM yang menyoal kepemilikan senpi. Selain itu juga soal enam Laskar FPI yang disebut tidak menunggu sehingga terjadi insiden baku tembak.
"(Masalah itu) Sering diunderline. Mungkin saja (enam Laskar FPI) salah. Tapi kok rasanya cemen sekali ya. Petugas yang harusnya melindungi rakyat karena ditunggu kemudian menghabisi 6 laskar FPI," tegasnya.
Menurut Refly Harun, pihak kepolisian saat itu tidak melakukan penembakan di tempat-tempat vital. Seharusnya hanya dilakukan tembakan untuk melumpuhkan saja.
Baca Juga: Jokowi Cabut Perpres Miras karena NU, Rocky Gerung: FPI Mudah Disingkirkan
"Apalagi konon tembakan FPI cuma 2, sementara kepada 6 laskar FPI ada di 18 tempat-tempat mematikan. Sukar rasanya diterima apabila itu (polisi) membela diri," lanjut Refly.