Suara.com - Eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman menegaskan kalau pihaknya tetap konsisten untuk menolak peredaran minuman keras (miras). Menurutnya, semua agama pun memiliki ayat-ayat yang mengandung pelarangan konsumsi miras.
Munarman mengungkapkan bahwa sejak 2016 silam FPI sudah meminta pemerintah untuk membuat aturan yang melarang peredaran miras di tengah masyarakat. Sikap FPI itu tidak terlepas dari kandungan dalam ayat-ayat Alquran.
"Semua agama menolak miras, ini bukti ayat-ayatnya," kata Munarman kepada Suara.com, Senin (1/3/2021).
Di dalam Alquran misalnya, disebutkan umat Islam dilarang mengonsumsi miras atau minuman beralkohol. Memproduksi dan menjualnya juga termasuk yang dilarang di dalam Alquran.
Baca Juga: Tolak Perpres Miras, Ketua PBNU: Jangan Salahkan Kalau Bangsa Kita Rusak
Munarman lantas memberikan satu contoh pada Surat Albaqarah ayat 219 yang artinya berbunyi 'Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: 'Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.'
Kemudian menurut ajaran Agama Kristen, minum-minuman beralkohol pun dilarang. Seperti yang ada di dalam surat dalam alkitab yakni Efesus 5:18 disebutkan 'Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu (kata bahasa Yunani untuk 'hawa nafsu' berarti 'hidup yang disia-siakan, tidak bermoral, tidak bersusila, berfoya-foya'.
Sama dengan itu, dalam kitab agama Hindu, Bhagavata Purana (I. 17. 38. - 39) juga berbunyi 'Minuman keras, minuman keras ini kalau diminum melebihi dari keperluan tubuh dapat menyebabkan mabuk, sehingga dapat merusak syaraf dan pikiranpun menjadi tidak waras sehingga dapat menimbulkan keonaran, perkelahian dan sebagainya, karena itu waspadalah terhadap minuman keras'.
Investasi Industri Miras
Presiden Jokowi telah menetapkan industri minuman keras masuk dalam Daftar Positif Investasi (DPI) mulai 2 Februari 2021.
Baca Juga: Soal Perpres Investasi Miras, Ulama: Kalau Mau Bener Urus Negara, Batalkan
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, yakni Provinsi Bali, Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal.
Nantinya, penanaman modal tersebut juga akan ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.