Suara.com - Pemilik ayam jago aduan tersayat pisau yang terpasang di kaki ayamnya saat ikut sabung ilegal di India.
Menyadur The Independent, Minggu (28/2/2021) ayam tersebut telah dilengkapi dengan sebilah pisau tiga inci yang dikenal sebagai 'kodi kathi'.
Ayam tersebut diikutkan sabung ayam ilegal oleh pemiliknya yang diadakan di desa Lothunur di negara bagian selatan Telangana, India.
Pemiliknya, yang disebutkan di media lokal sebagai Thanugulla Satish Goud yang berusia 45 tahun, menurunkan ayam tersebut untuk bertarung.
Baca Juga: India Temukan Kapal Berisi Puluhan Pengungsi Rohingya Terapung, 8 Tewas
Saat ayam itu mulai bertarung, tiba-tiba dia terbang keluar arena pertarungan sebagai upaya untuk melarikan diri.
Nahasnya, pisau yang terpasang pada ayam tersebut menusuk pemiliknya hingga ia menderita luka parah.
"Pisau itu menusuknya di daerah selangkangan, Ia mengalami luka parah dan dia kehilangan banyak darah," kata polisi setempat kepada Times of India.
"Ketika dia sampai di rumah sakit di Jagtial, dia dinyatakan meninggal." sambungnya.
Polisi mengatakan pihaknya masih memburu lebih dari selusin orang yang terlibat dalam peristiwa ilegal pada 22 Februari tersebut.
Baca Juga: Tiga Alasan Mantap, Mengapa Pabrik Tesla Bermuara di Karnataka, India
Ayam itu telah dibawa ke peternakan unggas untuk "diamankan" sebelum dibawa ke pengadilan sebagai bukti penyebab kematian, kata polisi kepada media setempat.
Sabung ayam dilarang di India pada tahun 1960 tetapi praktiknya berlanjut di banyak negara bagian dan sering dikaitkan dengan festival Hindu.
Insiden tersebut bukan pertama kalinya, tahun lalu seorang penonton tewas setelah tersayat di bagian perut oleh seekor ayam jantan yang juga dilengkapi pisau.
Media lokal melaporkan bahwa ayam itu panik dan memberontak saat dilepaskan dan menyerang korban bernama Saripalli Venkateswara Rao yang berusia 55 tahun.
Pada tahun 2019, Washington Post menyelidiki apa yang disebutnya "Super Bowl of sabung ayam" di Andhra Pradesh, dan menemukan perkelahian yang dihadiri oleh lebih dari 1.000 orang yang tampaknya diorganisir oleh MLA lokal - anggota dewan legislatif negara bagian.