Suara.com - Eks Ketua Tim Teknis Teknologi dalam rangka penerapan KTP elektronik, Husni Fahmi (HF) diperiksa penyidik Komisi pemberantasan Korupsi, Kamis (25/2/2021).
Husni yang didampingi oleh kuasa hukumnya, Army Mulyanto mengatakan tak mengetahui mengenai apapun terkait anggaran proyek e-KTP yang tersangkut kasus korupsi.
"Kalau bicara fakta pada intinya beliau sebagai Ketua Tim Teknis sama sekali tidak tahu anggaran itu berapa. Berapa yang digunakan untuk proyek ini, dan bancakan-bancakan lainnya sama sekali beliau tidak tahu," kata Army dilobi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (25/2/2021).
Army mengatakan bahwa kliennya Husni Fahmi hanya sebatas mengawal pekerjaan proyek e-KTP. Maka itu, ia merasa heran kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
"Nggak ada aliran dana, atau beliau ini menikmati dari hasil e-KTP. Jadi pure tidak ada sama sekali itu, sehingga yang bersangkutan menjadi tersangka juga agak membingungkan buat kami," ujarnya.
Sementara itu, Fahmi membantah ada aliran dana dari pihak Kementerian Dalam Negeri dan pihak lainnya terkait proyek e-KTP.
Fahmi mengatakan, penunjukan dirinya sebagai Ketua Tim Teknis atas penugasan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Ketika itu, kata dia, BPPT mendapat permintaan kerja sama dari Kemendagri untuk mendapat dukungan teknologi.
"Itu, dibuatlah MoU antara Kemdagri dan BPPT. Kemudian saya bertugas di BPPT, jadi SK penugasan dan seterusnya dari pimpinan BPPT. Saya mendapatkan tugas untuk mendampingi atas tugas MoU tersebut kepada Kemdagri," tutur Fahmi.
Seperti diketahui, Husni bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Baca Juga: Tahanan KPK Dapat Vaksin, Begini Penjelasan Satgas Covid-19
Tiga tersangka lainnya, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya (ISE), Anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PST).