Suara.com - Apa itu penistaan agama? Persoalan penistaan agama semakin sering muncul akhir-akhir ini. Bahkan yang terbaru melibatkan tenaga kesehatan yang bertugas memandikan jenazah Covid-19.
Sebanyak empat tenaga kesehatan (nakes) di RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar sempat dijadikan sebagai tersangka penistaan agama. Pasalnya keempat nakes laki-laki ini diketahui memandikan jenazah Covid-19 berjenis kelamin perempuan yang bukan muhrimnya.
Penistaan agama sendiri berarti merupakan tindakan yang dilakukan dengan menghina, menghujat atau berperilaku tidak sopan terhadap tokoh-tokoh agama, adat istiadat dan keyakinan suatu agama.
Hukum Penistaan Agama di Indonesia
Baca Juga: Jaksa Hentikan Kasus 4 Nakes Pria Mandikan Jenazah Wanita Covid-19 di Sumut
Masalah penistaan agama sebenarnya diatur dalam hukum di Indonesia dalam Pasal 156(a) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Pasal tersebut berbunyi:
Melarang setiap orang yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia atau dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun. Pelanggaran Pasal 156(a) dipidana penjara selama-lamanya lima tahun.
Namun pasal ini pun tak lepas dari kritik dan dianggap pasal karet. Sebab, dalam KUHP tidak ada rumusan, pengertian atau kriteria yang jelas untuk mengidentifikasi sebuah tindakan sehingga dapat disebut sebagai penistaan agama.
Cara pembuktian penodaan atau penistaan agama juga tidak dijelaskan di sana. Meskipun begitu, pasal ini telah membuat beberapa orang dipenjara.
Salah satu yang paling heboh adalah kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2016 lalu. Persoalan penistaan agama kembali mencuat baru-baru ini.
Baca Juga: Nakes Mandikan Jenazah Wanita Tersangka Penistaan Agama, Ini Bunyi Pasalnya
Pro Kontra Nakes jadi Tersangka Penistaan Agama
Penetapan Nakes di RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar menjadi tersangka ini mengundang kritik dari beberapa pihak. Salah satunya Gerakan Melawan Akal Sehat yang dipelopori Denny Siregar, Dara Nasution dan Ade Armandi, mereka kemudian mengajukan petisi keberatan melalui laman www.change.org sejak Senin (21/2/21) lalu.
Beruntungnya, saat kembali ditinjau ulang, Kejaksaan Negeri Pematangsiantar sudah memutuskan untuk menghentikan perkara penistaan agama keempat nakes tersebut. Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) telah dikeluarkan karena unsur penodaan agama yang dilakukan oleh keempat terdakwa nakes itu tidak terbukti.
Penelitian yang dilakukan kejaksaan tidak menemukan tiga unsur kesengajaan penistaan agama yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Karena perbuatan tersebut murni dilakukan untuk melaksanakan tugas, tidak adanya tenaga kesehatan perempuan. Selain itu perbuatan tidak dilakukan di muka umum melainkan di ruang pemulasaran jenazah RSUD yang tertutup
Awalnya keempat nakes berinisial DAAY, ESPS, RS dan REP ini dilaporkan oleh suami pasien, Fauzi Munthe dengan dakwaan sesuai pasal 156 a KUHP Juncto Pasal 55 UU tentang penistaan agama serta Pasal 79 c juncto Pasal 51 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Perlu diketahui bahwa peristiwa pemandian jenazah wanita bukan muhrim ini telah dilakukan pada 20 September 2020 lalu. Fauzi melaporkan kasus tersebut karena tidak terima jenazah istrinya dimandikan oleh petugas pria, lantaran hal itu bertentangan dengan prinsip keyakinan yang Ia anut.
Pemberhentian kasus penistaan agama ini telah disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar, Agustinus Wijono melalui konferensi pers bersama wartawan pada Rabu (24/2/21). Pada kesempatan yang sama pihak Kajari juga mengaku adanya kekeliruan dalam penelitian yang dilakukan jaksa dalam meneliti berkas yang sempat dinyatakan lengkap atau P-21.
Demikian penjelasan apa itu penistaan agama dan contoh kasusnya. Semoga informasi ini dapat menambah pengetahuan kalian.
Kontributor : Hillary Sekar Pawestri