Suara.com - Eks Menteri Kalautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan siap menanggung resiko atas perbuatannya dalam kasus dugaan korupsi yang kini menjeratnya sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ia menghormati segala proses hukum yang tengah diselidiki KPK dalam perkara suap izin ekspor benih Lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2020. Edhy pun juga tak akan takut bila nantinya dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim dalam persidangan.
"Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggungjawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap," kata Edhy di Lobi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/2/2021).
Edhy menyebut tak akan mencari kebenaran apapun dalam kasusnya ini. Ia tetap ikuti semua proses yang berjalan di KPK.
Baca Juga: Edhy Prabowo Akui Punya Utang untuk Belanja Mewah Istri di Amerika Serikat
"Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan, saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan, makannya saya lakukan ini. Saya tidak akan lari, dan saya tidak bicara bahwa yang saya lakukan pasti benar, enggak," ujarnya.
Meski begitu, Edhy mengklaim bahwa dugaan suap yang ia terima tidak merugikan keuangan negara.
"Saya seolah-olah orang yang dibully, orang yang paling menyusahkan negara. Saya tidak mencuri uang negara, saya tidak sedikitpun mencuri uang negara," tuturnya.
Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan Edhy menerima uang suap terkait izin ekspor benih lobster. Uang itu ia gunakan untuk kebutuhan pribadinya.
Salah satu yang diungkap KPK, untuk membeli sejumlah mobil. Kemudian, adanya penyewaan apartemen untuk sejumlah pihak.
Baca Juga: Camat Sebut Bangunan Disegel KPK Milik Edhy Prabowo Ada 2 Sertifikat
Adapula, uang suap itu juga digunakan Edhy untuk pembelian minuman beralkohol jenis Wine. Kemudian, memakai uang suap untuk membeli sejumlah bidang tanah.
KPK pun kini tengah membuka peluang Edhy Prabowo akan dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Selain, kasus suap yang kini telah menjerat Edhy.
Edhy dalam perkara ini diduga menerima suap mencapai Rp3,4 miliar dan 100 ribu dolar Amerika Serikat. Uang itu sebagian diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk berbelanja tas hermes, sepeda, hingga jam rolex di Amerika Serikat.
Edhy bersama istrinya Iis Rosita Dewi ditangkap tim satgas KPK di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada Rabu (25/11/2020) dini hari. Operasi tangkap tangan itu dilakukan KPK seusai Edhy dan istrinya melakukan kunjungan dari Honolulu, Hawai, Amerika Serikat.
Dalam OTT itu, KPK sempat mengamankan sebanyak 17 orang. Namun, dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik antirasuah dan pimpinan hanya tujuh orang yang ditetapkan tersangka termasuk Edhy.
Sementara istrinya, Iis Rosita Dewi lolos dari jeratan KPK. Iis kembali dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan intensif di KPK.
Edhy menjadi tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka adalah stafsus Menteri KKP, Safri; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan pemberi suap Direktur PT DPP, Suharjito. Kemudian, dua staf pribadi menteri KP Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin.