Suara.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni meminta Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat memebebaskan empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan bersama dua balita.
Menurut Sahroni penahanan itu tidak bijak lantaran mengecualikan aspek kemanusiaan.
Kekinian Sahroni sudah meminta langsung pihak kejaksaan tersebut untuk membebaskan keempat IRT.
“Dalam hukum itu ada namanya aspek-aspek humanis yang perlu dipertimbangkan, apalagi para IRT ini masih dibutuhkan oleh anak-anaknya. Sangat tidak masuk akal kalau mereka sampai harus menyusui di penjara. Karenanya, saya sudah menelepon pihak kejaksaan dan polisi untuk segera membebaskan mereka,” kata Sahroni kepada wartawan, Minggu (21/2/2021).
Baca Juga: 4 Ibu di Lombok Dipenjara Dituduh Rusak Pabrik Tembakau, Bayinya Ikut Masuk
Sahroni memandang apa yang dilakukan keempat IRT terhadap gudang tembakau adalah bentuk protes atas kualitas udara di lingkungan mereka yang tercemar, akibat pengolahan pabrik tembakau di lokasi tersebut.
“Apalagi sebenarnya ibu-ibu ini hanya memperjuangkan haknya untuk bisa menghirup udara bersih. Jadi saya dari Komisi III menilai penahanan ini sudah tidak bisa dibiarkan dan para IRT itu harus dibebaskan," kata Sahroni.
Diketahui, sebanyak 50 advokat yang tergabung dalam Nyalakan Keadilan untuk IRT memberikan pendampingan hukum kepada empat IRT yang ditahan bersama balitanya di Kejari Praya lantaran dituduh melempar gudang tembakau milik perusahaan di Desa Wajageseng, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Sebagai langkah awal, kata Koordinator Tim Keadilan untuk IRT Ali Usman Ahim, tim melakukan investigasi, mengumpulkan keterangan yang dibutuhkan dari para pihak terkait untuk mengetahui kronologis kejadian serta duduk persoalan sesungguhnya yang terjadi.
Selain menjenguk empat IRT di Rutan Praya, para pengacara juga sudah menemui keluarga serta melakukan olah tempat kejadian perkara kasus dugaan perusakan yang menjadi dasar kasus hukum tersebut.
Baca Juga: 50 Advokat Dampingi Ibu Rumah Tangga yang Ditahan Bersama Balita
"Kami berencana mengajukan permohonan praperadilan terkait dengan kasus tersebut. Persetujuan kuasa hukum dari pihak keluarga para IRT terkait dengan rencana itu, saat ini tengah diurus," katanya.
Sekretaris DPD Partai Gerindra NTB yang juga mantan Direktur Eksekutif Walhi NTB itu mengatakan, tergerak ikut membantu para IRT sebagai bentuk gerakan moral dan kemanusiaan.
Menurut dia, kasus yang membelit keempat IRT tersebut aneh sampai harus diproses hukum.
Pasalnya, ada langkah-langkah restorative justice yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan persoalan tersebut, tanpa harus melalui proses hukum, apalagi penyebabnya hanya persoalan sepele.
Anggota tim hukum lainnya, Apriadi Abdi Negara, yang juga Ketua LBH Pencari Keadilan, menegaskan hukum dibuat untuk menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat, bukan malah untuk melanggengkan penindasan.
Kalau penegakan hukum model seperti ini, menurut Abdi, tidak berkesesuaian dengan tujuan penciptaan hukum itu sendiri.
"Ini ada ibu yang anaknya sedang sekarat harus ditahan. Ada juga yang terpaksa harus membawa serta anaknya yang masih balita ikut ke penjara. Di mana rasa keadilan dan kemanusiaan itu?" ujarnya.
Hal itulah yang kemudian menggerakkan hati berbagai elemen masyarakat di daerah tersebut untuk membantu upaya penyelesaian terhadap kasus yang menimpa empat IRT beserta keluarganya.
Berdasarkan hasil investigasi tim, kata anggota tim hukum Ikhsan Ramdhani, empat IRT ditahan lantaran dituduh melakukan perusakan dengan melemparkan batu ke gudang pabrik tembakau.
Dua di antara IRT, kata Ketua Formapi NTB, memiliki anak berusia sekitar 1 tahun dan 1,5 tahun ikut bersama ibunya berada di sel karena harus diberikan ASI.
Setelah melakukan olah TKP, katanya, tidak ada kerusakan yang timbul akibat perbuatan empat IRT.
"Saya tidak habis pikir apa yang menjadi dasar pertimbangan objektif pihak jaksa sehingga menahan mereka. Kenapa penyidik seperti memaksakan perkara diproses?" katanya.
Keempat IRT berinisial HT (40), NR (38), MR (22), dan FT (38), warga Desa Wajegeseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, masuk penjara bersama dua balita.
Keempat ibu itu diduga melakukan perusakan atap gedung pabrik tembakau yang ada di desa setempat pada bulan Desember 2020.
Berkas kasus itu telah masuk meja hijau dan akan disidangkan di Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah, di akhir Februari 2021.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Praya Abdul Haris mengatakan berkas perkara tahap dua kasus perusakan gudang tembakau itu secara formil telah terpenuhi sehingga para tersangka ditahan.
"Pada saat kami terima tahap II 3 hari lalu, hanya empat tersangka, itu dititip di Polsek Praya Tengah, karena tidak ada yang menjamin atau mengajukan surat penangguhan," katanya di kantornya, Jumat (19/2).