Suara.com - Tim Penasihat Hukum eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Muhammad Rudjito mengakui bahwa menantu kliennya, Rezky Herbiyono pernah terima uang dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
Uang itu, kata Rudjito, terkait investasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro atau PLTMH.
Rudjito mengklaim bahwa proyek PLTMH itu memang benar adanya milik Rezky bukan proyek fiktif. Hiendra pernah mencoba investasi dalam proyek tersebut.
"Ada benar proyek PLTMH itu. Tadi sudah saya tunjukan akte pengalihan seperti apa, kemudian juga ada foto bendungan, dimana dia (Hiendra) pernah berkunjung, dan foto Rezky pernah ke Austria, dan dibenarkan yang bersangkutan (Hiendra terkait PLTMH)," kata Rudjito di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (19/2/2021) kemarin.
Baca Juga: Jaksa Bakal Buktikan Suap dan Gratifikasi Nurhadi dan Menantunya
Rudjito mengungkapkan bahwa Hiendra memang pernah transfer uang kepada Rezky. Namun, untuk proyek PLTMH. Bukan urusan kerja sama pengurusan perkara seperti dalam dakwaan jaksa.
"Proyek PLTMH itu real dan benar ada. Dan uang-uang yg disetorkan (Hiendra) ke Rezky terkait investasi PLTMH yang akan dibangun. Tidak ada kaitannya soal suap untuk pengurusan perkara," ucap Rudjito.
Rudjito pun membenarkan bahwa keterangan Hiendra pernah menyetor uang kepada Rezky dalam proyek itu senilai Rp 45 miliar.
"Itu, saksi Hiendra beliau pada dasarnya menerangkan apa yang dikatakan di dalam dakwaan itu ada pengurusan perkara itu nggak benar," ucap Rudjito.
Sebelumnya, Hiendra menjelaskan awal berkenalan dengan Rezky pada tahun 2011. Dimana saat itu ada sebuah pameran properti.
Baca Juga: Saksi Ubah BAP di KPK, Tim Hukum Nurhadi Tak Keberatan
Hingga akhirnya, mereka berdua menjalin bisnis pada 2014. Dimana Hiendra ditawari bergabung dengan Rezky di proyek PLTMH.
"Jadi Saudara Rezky ini menyampaikan ke saya, bahwa dia telah ikut serta dalam proyek PLTMH di Jatim. Dia sampaikan sudah keluar banyak uang, dan partnernya saat itu nggak mau melanjutkan, beliau cari investor baru," ucap Hiendra.
Adapun biaya pembangunan proyek PLTMH mencapai Rp 45 miliar. Memang yang memiliki saham saat itu, Rezky dan istrinya Rizqi Aulia Rahmi.
Untuk proyek itu, Hiendra sudah menyetor uang kepada Rezky sebesar Rp 35,7 miliar. Namun, proyek itu tidak berlanjut. Sehingga, Hiendra meminta pengembalian uang itu.
Dalam dakwaan Jaksa KPK, Nurhadi dan Riezky didakwa menerima suap sebesar Rp 45,7 miliar dari Dirut PT MIT, Hiendra Soenjoto.
Uang suap diterima Nurhadi itu untuk membantu perusahaan Hiendra melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN).
Selain suap, Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp 37,2 miliar. Uang gratifikasi itu diterima Nurhadi melalui menantunya Rezky dari sejumlah pihak.
Dalam kasus ini, Nurhadi dan Riezky didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.