Suara.com - Berawal dari hobi mancing, sejumlah anak muda di Desa Paranggupito, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri, Jawa Tengah, kini menekuni pekerjaan sebagai nelayan.
Nelayan yang juga menjabat Kepala Desa Paranggupito, Dwi Hartono, mengatakan ada 53 orang yang tergabung dalam koperasi nelayan di daerahnya dan dia meyakini jumlahnya akan terus bertambah.
"Saat ini sudah cukup banyak nelayan dari kalangan pemuda. Dari hobi mancing hingga akhirnya minat menjadi nelayan," kata Dwi di Pantai Sembukan, Paranggupito, dalam laporan Solopos.com, jaringan Suara.com.
Nelayan termuda masih duduk di bangku sekolah.
Baca Juga: Bersedia Ganti Alat Tangkap, Nelayan Cantrang Tegal: Pemerintah Jangan PHP
Kebanyakan anak muda menjadi nelayan berawal dari iseng mengisi waktu dengan memancing ketika sedang tidak mengikuti pembelajaran secara daring.
Semakin lama, mereka semakin semangat, apalagi harga ikan cucut atau disebut ikan panjul naik, satu ekor bisa Rp200 ribu.
Dua bulan lalu, ikan panjul sering didapatkan warga saat memancing.
Jika sedang beruntung, bisa mendapatkan ikan panjul sebanyak tujuh ekor dalam satu hari.
"Ikan panjul yang ada durinya berwarna hijau. Kalau tidak dijual biasanya dimasak sendiri, karena rasanya enak. Kalau dijual dengan harga segitu bisa dapat uang banyak. Sehingga menggiurkan juga untuk tambah penghasilan," kata Dwi.
Baca Juga: Terkendala Cuaca, Nelayan di Jimbaran Bali Batal Melaut
Selain mencari ikan, nelayan Paranggupito juga menangkap lobster. Alat yang digunakan adalah krendet. Sementara itu, ada juga yang memakai perahu untuk mencari lobster mutiara.
"Lobster mutiara itu paling mahal. Saat malam, di Pantai Sembukan ini banyak pelaut," ujar dia.
Potensi ikan di Paranggupito cukup bagus. Hal itu diakui para nelayan dari Sadeng, Gunung Kidul dan Pacitan. Lokasi utama yang disasar berada di sebelah barat sumber air kawasan banyu towo.
"Di sana ada tiga pohon kelapa berukuran besar sebagai penanda bahwa daerah itu banyak ikan dan lobster. Di sini bebatuan dan terumbunya berbeda. Di dalam goa kawasan itu banyak dihuni lobster. Jadi bisa dibilang di kawasan itu surganya ikan," kata Dwi.
Ilmu titen nelayan
Kebanyakan nelayan di Kecamatan Paranggupito mempunyai memiliki kemampuan membaca keadaan untuk menentukan banyak-sedikitnya ikan di laut. Bahkan, ada hari tertentu yang mereka keramatkan dengan tidak mencari ikan pada hari itu.
Umumnya nelayan mencari ikan dan lobster di Pantai Sembukan, Paranggupito, pada malam hari.
"Nelayan sudah seperti penggembala laut. Mereka sudah bisa memahami dan mengamati kondisi laut. Jika tidak tepat prediksi bisa mempengaruhi perolehan ikan atau lobster. Jadi punya ilmu titen," kata Dwi.
Sebelum mencari ikan, mereka terlebih dahulu mengamati kondisi laut.
"Ke pantai sambil main sekaligus melakukan survei," kata dia.
Nelayan biasanya memutuskan tidak mencari ikan jika ada tiga kali gelombang besar diikuti dengan air surut beberapa menit. Ketika gelombang datang lagi, saat itu air mulai berubah menjadi keruh.
"Ada tanda-tanda air mulai keruh. Berubahnya air itu akibat pasir di bagian bawah terangkat arus, airnya memutar. Kalau orang sini menyebutnya ada banjelan. Itu ikan dipancing ataupun memakai krendet untuk lobster tetap tidak mau makan, sulit," kata dia.
Sugesti atau ritual
Selain itu, kata Dwi, ada beberapa hari yang dikeramatkan nelayan untuk tidak mencari ikan. Jika nekat mencari, maka tidak mendapatkan ikan. Bahkan krendet yang dipasang dan ditinggal bisa rusak tersapu gelombang.
"Hari keramat itu yakni Kamis Pahing, malam Selasa Kliwon dan malam Jumat Kliwon. Itu sudah menjadi semacam sugesti atau ritual, jika nekat mancing pada hari itu tidak mendapatkan ikan atau lobster," ujar dia.
Ia menuturkan ada salah satu tokoh masyarakat di Desa Paranggupito yang dikenal ahli memprediksi kondisi laut. Jika tokoh itu memberitahu nelayan agar tidak melaut atau ngrendet, mereka mengikuti arahannya. Karena prediksinya sering tepat dan akurat.
"Intinya, ilmu titen para nelayan itu sebagai acuan untuk melaut atau mencari ikan dan lobster. Mereka sudah hafal waktu-waktunya. Ini saatnya melaut, ini bukan waktunya melaut. Bahkan ada di antara mereka yang berani berenang jika waktunya melaut," kata Dwi.