Vaksin Nusantara yang Dikembangkan Eks Menkes Terawan Diragukan

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 19 Februari 2021 | 06:18 WIB
Vaksin Nusantara yang Dikembangkan Eks Menkes Terawan Diragukan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Terawan Agus Putranto (tengah) menyimak pertanyaan dari wartawan terkait dua WNI yang positif terkena virus Corona di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Senin (2/3). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto tengah mengembangkan Vaksin Nusantara untuk melawan virus SARS-CoV-2.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengaku ragu dengan pernyataan Terawan yang menurutnya bukan sebuah vaksin covid-19.

"Itu akal-akalannya Terawan. Jadi, Terawan diam-diam memaksakan vaksin, sebenarnya bukan vaksin tapi metode yang biasa dipakai mengobati kanker," kata Pandu ditulis Jumat, (19/2/2021).

Pandu memandang Terawan memaksakan keinginannya dalam pengembangan vaksin nusantara dengan kewenangannya sebagai menkes saat itu.

Baca Juga: Hanya Rp200 Ribu, Vaksin Nusantara yang Digagas Terawan Diklaim Lebih Murah

Pandu menilai Balitbangkes dan Komite Etik tak dapat berbuat banyak lantaran Terawan memanfaatkan posisinya sebagai menkes.

"Persetujuan etiknya harus ditanya dari mana, kalau bukan dari Balitbangkes itu pasti tidak benar, dia menyalahgunakan wewenang sebagai menkes," ungkapnya.

Pandu menilai klaim vaksin nusantara tak lepas dari rasa ambisius untuk merealisasikan proyek mercusuar yang terus diperjuangkan bahkan hingga detik terakhir menjabat sebagai menkes. Pandu meyakini masyarakat tidak mudah percaya dengan klaim sepihak Terawan.

"Dia selama ini tidak bisa dipercaya, presiden saja sudah tidak percaya lagi," katanya.

Pandu menilai pemerintah dapat bersikap tegas atas klaim sepihak Terawan yang dapat menimbulkan kebingungan bagi masyarakat.

Baca Juga: Vaksin Nusantara Besutan Terawan Jalani Uji Klinis Tahap 2, Dibiayai Siapa?

Pandu menilai pemerintah juga harus menelusuri apabila adanya penggunaan dana publik dalam penelitian tersebut.

"Harus ditelusuri apalah seusai dengan prosedur. Itu harus berdasarkan persetujuan BPOM, ini harus dievaluasi, apakah ada pelanggaran etika dan harus dihentikan jika memang ada," ungkap Pandu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI