Suara.com - Mobil Toyota Innova dengan warna hitam mengilap menjadi penghuni terbaru garasi rumah Siti Nurul Hidayatin, warga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Dalam beberapa pekan terakhir, di rumahnya sudah ada empat mobil baru. Satu di antaranya, mobil bak terbuka yang digunakan untuk usaha.
Nurul hanyalah satu di antara ratusan warga desa yang membeli mobil baru-baru ini.
Tercatat ada sekitar 180-an mobil anyar lainnya yang baru dibeli mereka. Pajero Sport dan Honda HRV, misalnya, sudah banyak dimiliki para warga di desa pinggir pantai utara Pulau Jawa ini.
Baca Juga: Satu Kampung di Tuban Beli Mobil Barengan, Tapi Kholikah Malah Pilih Ini
Bagaimana warga desa bisa kaya mendadak?
Warga ramai-ramai memborong mobil baru karena mendapat uang pembebasan lahan proyek pembangunan kilang minyak yang terintegrasi dengan kompleks petrokimia (New Grass Root Refinery and Petrochemical/NGRR).
Proyek tersebut merupakan kerja sama Pertamina dan perusahaan asal Rusia, Rosneft, yang mewujudkan PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP). Dalam informasi yang dirilis dari situs Kementerian Luar Negeri RI, PRPP merupakan usaha patungan (joint venture) antara Pertamina dan Rosneft dengan kepemilikan saham Pertamina 55% dan Rosneft 45%.
Proyek NGRR Tuban akan memproduksi bahan bakar minyak nasional yang berkualitas Euro V untuk meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi nasional. Kilang minyak di Tuban ini diperkirakan akan memiliki kapasitas produksi sebesar 300.000 barrel per hari.
Lokasinya sebagian berada di Desa Wadung, Desa Kali Untu dan Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban—berjarak sekitar lima kilometer dari Jalan Daendles di jalur pantai utara yang menghubungkan antara Kabupaten Tuban, Jawa Timur, dengan Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Kebutuhan lahan proyek kilang Pertamina-Rosneft sebanyak 1.050 hektare, yang terdiri dari 841 hektare lahan darat dan sisanya dari reklamasi laut di Kecamatan Jenu, Tuban.
Baca Juga: Tak Tergiur Beli Mobil, Warga Kampung Crazy Rich Tuban Ini Pilih Investasi
Berapa uang yang diperoleh warga desa?
Berdasarkan data di Desa Sumurgeneng, sebanyak 560 orang dari 2.700 warga mendapatkan ganti untung pembebasan lahan.
Besaran penggantiannya bervariasi. Untuk tanah berada di pinggir jalan dihargai Rp800 ribu per meter. Sedangkan tanah yang lokasinya masuk di dalam, dihargai Rp600 ribu permeternya. Harga tersebut mengalami lonjakan beberapa kali lipat dari sebelumnya.
Sebagai catatan, untuk kepemilikan tanah, satu orang bisa mempunyai lebih dari satu bidang.
Menurut Camat Jenu, Maftuchin Reza, ada satu warga yang empat bidang tanahnya dibebaskan.
Menurut Kepala Desa Sumurgeneng, Gihanto, rata-rata warga Desa Sumurgeneng mendapatkan uang ganti rugi lahan untuk proyek pembangunan kilang minyak sebesar Rp8 miliar.
"Jadi warga itu ada yang terima sampai Rp26 miliar. Paling banyak itu Rp28 miliar," kata Gihanto kepada wartawan di Tuban, Harjono, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Apa saja yang dibeli warga desa?
Wantono alias Nahol adalah salah satu calon miliarder di Kecamatan Jenu. Pasalnya, tanah seluas empat hektare dari total tujuh hektare milik keluarganya akan dihargai sekitar Rp25 miliar.
Namun, pria berusia 40 tahun ini mengaku tidak akan ikut dengan gaya hidup mewah. Dia cukup membeli mobil Mobil Mitsubishi Xpander seharga Rp 301 juta."Yang penting sesuai fungsinya dan tidak kehujanan," ujarnya.
Nahol juga ingin menginvestasikan uang untuk usaha, daftar naik haji, membeli tanah baru, dan usaha lainnya. "Kita ini warga desa, hidup sederhana," imbuhnya.
Menurut Kepala Desa Sumurgeneng, Gihanto, jumlah mobil yang dibeli warga sudah mencapai 180 unit dengan beragam jenis.
Pembelian itu terjadi sejak pencairan pertama proyek pembebasan lahan untuk kilang minyak Pertamina-Rosneft, pada Maret 2020 silam. Hingga Februari 2021 ini sudah ada beberapa kali pencairan.
Dalam periode tersebut, desa itu banyak didatangi sales mobil. Mereka mondar-mandir mendatangi para warga yang baru saja mendapatkan ganti untung pembayaran tanah pembebasan.
Mobil-mobil baru bisa jadi akan terus berdatangan ke Desa Sumurgeneng dalam waktu dekat. Selama dua pekan terakhir, misalnya, beberapa warga membeli 17 mobil yang "tidak murah".
Selain membeli mobil, kata Gihanto, sejumlah warga menggunakan uang pembebasan lahan untuk membeli tanah dan membangun rumah.
Namun, hanya sedikit warga yang memakainya untuk membuka usaha.
"Warga yang menggunakan uangnya untuk usaha sangat minim, jadi jangan heran kalau di kampung sini cari warung makan saja susah," paparnya.
Ada upaya agar warga tidak konsumtif?
Untuk mengantisipasi gaya hidup konsumtif, pihak Kantor Kecamatan Jenu terus melakukan sosialisasi ke warga.
Di antaranya dilakukan pelatihan yang difasilitasi Pertamina bekerja sama dengan Lembaga Pengabdian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) Universitas Airlangga, Surabaya, bulan lalu.
Isi materinya termasuk pengelolaan keuangan keluarga, tidak bergaya hidup mewah dan tetap sederhana. Membelanjakan uang sesuai kepentingan dan kebutuhan sewajarnya.
Kegiatan pelatihan ini berlangsung di Desa Wadung, Desa Kali Untu dan Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu.
"Kami berharap kehidupan masyarakat di desa tetap terjaga," kata Camat Maftuchin Reza.
Dia berharap sebutan kampung miliarder tidak membuat masyarakatnya jadi konsumtif, tetapi tetap menjadi warga desa yang sederhana.