Psikiater Ungkap Penyintas Covid-19 Bisa Alami Gangguan Psikologis

Erick Tanjung Suara.Com
Rabu, 17 Februari 2021 | 15:16 WIB
Psikiater Ungkap Penyintas Covid-19 Bisa Alami Gangguan Psikologis
Psikiater yang juga Secretary General - Asian Federation of Psychiatric Asociations dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ berbicara dalam konferensi pers Satgas Penanganan COVID-19 secara virtual dari Graha BNPB, Jakarta, Rabu (17/2/2021). (ANTARA/Katriana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Psikiater Nova Riyanti Yusuf mengatakan, penyintas Covid-19 bisa mengalami distorsi atau gangguan psikologis akibat kejadian infeksi virus corona yang pernah dialami.

"Jadi, memang pada pasien Covid-19 itu bisa dipastikan ada distorsi psikologis yang dialami," kata Nova yang juga merupakan Secretary General-Asian Federation of Psychiatric Asociations, dalam konferensi pers Satgas Penanganan Covid-19 secara virtual dari Graha BNPB di Jakarta, Rabu (17/2/2021).

Nova mengatakan fakta tersebut dapat dibuktikan dari beberapa penelitian baik di dalam maupun luar negeri. Salah satunya yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia yang melakukan swaperiksa secara random baik terhadap orang-orang yang telah terinfeksi maupun yang belum terinfeksi Covid-19.

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap sekitar 4.010 orang tersebut menunjukkan bahwa 64,8 persen diantaranya mengalami masalah psikologis, 65 persen mengalami cemas dan 62 persen mengalami depresi.

Baca Juga: Benarkah Penyintas Covid-19 Cukup Dapat Satu Dosis Vaksin?

Untuk menyorot lebih jelas gangguan psikologis yang dialami penyintas, Nova menunjukkan penelitian lain dari asesmen secara daring yang dilakukan di China terhadap 730 pasien Covid-19 di sebuah rumah sakit.

Hasil asesmen tersebut menunjukkan bahwa prevalensi gejala-gejala stres pascatrauma yang berhubungan dengan Covid-19 mencapai 96,2 persen. "Ini berarti tinggi sekali," ujarnya.

Sementara penelitian lain di Kota Daegu, Korea Selatan, yang dilakukan dengan wawancara via telepon terhadap sekitar 64 penyintas Covid-19 di sana menunjukkan bahwa 20,3 persen diantaranya mengalami gangguan stres pascatrauma atau dikenal dengan post traumatic stress disorder (PTSD).

"Nah, kalau PTSD ini menjadi berbeda karena ini durasinya harus minimal 1 bulan. Jadi berbeda dengan reaksi stres akut, yang mana ini hanya terjadi antara 3 harian," katanya.

Dari beberapa penelitian tersebut, Nova mengatakan bahwa penyintas memang memiliki kecenderungan yang sangat tinggi untuk mengalami gangguan psikologi akibat peristiwa traumatis yang pernah mereka alami akibat Covid-19.

Baca Juga: Sakit Menahun, Nenek Mijem Nekat Akhiri Hidup di Kandang Kambing

"Stres ini kemudian dipersepsikan sebagai apa dan bagaimana emotional reactionnya. Ternyata tadi ada yang menyalahkan diri sendiri, dan sebagainya. Sedangkan ini akan berpengaruh lagi ke bagaimana penyintas melakukan manajemen stres," tuturnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, katanya, memang harus ada kemampuan dari penyintas untuk bisa menghadapi masalah tersebut, dan kemampuan untuk bisa menghadapinya itu perlu didukung dengan dukungan semangat dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.

"Jadi harus ada dukungan (psikologi) yang sebaiknya bisa diberikan sesegera mungkin," ujar Nova.

Dukungan dari keluarga dan bantuan psikologi itu diharapkan bisa memberikan resiliensi atau kemampuan bagi penyintas untuk bisa bertahan walaupun dihadapkan dengan stres akibat peristiwa besar dalam hidup mereka, salah satunya karena terinfeksi Covid-19. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI