Suara.com - Pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej yang menyebutkan dua bekas menteri yang tersandung kasus korupsi yaitu Edhy Prabowo dan Juliari Peter Batubara layak untuk dituntut dengan ancaman hukuman mati, dikritik oleh anggota DPR.
Menurut anggota Komisi III DPR Cucun Ahmad Syamsurijal, sebagai mitra Kementerian Hukum dan HAM, dirinya merasa perlu untuk mengingatkan Eddy Hiariej agar, "jangan asal bicara bukan kewenangannya dan jangan membuat opini suatu perkara yang sedang ditangani lembaga lain."
Kasus korupsi yang menjerat dua bekas menteri Kabinet Indonesia Maju, saat ini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dan pengadilan tindak pidana korupsi.
"Biarkan lembaga berwenang yang sedang menangani di lingkungan KPK dan pengadilan tipikor yang menentukan," kata Cucun.
Baca Juga: Wamenkumham Diminta Hati-hati, Tak Giring Juliari-Edhy Layak Dihukum Mati
Cucun menilai Eddy Hiariej kerap mengeluarkan pernyataan kontroversi dan dia menyarankan kepada Edward, "Fokus kerja ngurus Kemenkumham."
Sikap yang sama dengan Cucun ditunjukkan oleh anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid.
"Kita hormati proses hukum yang sedang berjalan. Kiranya kurang pada tempatnya, kecuali bila menjadi saksi ahli," kata Jazilul.
Jazilul mengatakan kekhawatiran pernyataan Eddy Hiariej dapat mempengaruhi proses hukum terhadap kedua bekas menteri yang sekarang sedang berlangsung.
"Kami tidak yakin ini penggiringan opini, namun perlu hati-hati sebab komentar seorang pejabat negara, apalagi setingkat wakil menteri dapat saja mempengaruhi opini publik dan proses hukum yang berjalan," kata Jazilul.
Baca Juga: Wamenkumham Sebut 2 Eks Menteri Koruptor Layak Dihukum Mati, Ini Reaksi KPK
Korupsi di tengah pandemi
Pernyataan Eddy Hiariej yang belakangan menjadi polemik di Senayan di sampaikan dalam acara Seminar Nasional Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakan Hukum di Masa Pandemi yang berlangsung secara virtual.
Eddy Hiariej mengatakan dua mantan menteri yang tersandung kasus pidana korupsi di tengah masa pandemi Covid-19 itu layak dituntut hukuman mati.
"Bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati," kata Eddy Hiariej.
Menurut dia, ada dua alasan pemberat yang membuat kedua mantan menteri tersangka tindak pidana korupsi itu layak dituntut pidana mati.
Pertama, mereka melakukan tindak pidana korupsi saat dalam keadaan darurat, yakni darurat COVID-19 dan kedua, mereka melakukan kejahatan itu dalam jabatan.
"Jadi dua hal yang memberatkan itu sudah lebih dari cukup untuk diancam dengan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata Eddy Hiariej.
Edhy Prabowo dicokok KPK saat tiba di Tanah Air usai melakukan kunjungan dari Hawai, 25 Desember 2020, kemudian setelah itu Edhy secara resmi mengundurkan diri sebagai menteri kelautan dan perikanan.
Saat ini, KPK telah menetapkan Edhy sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada 2020.
Berikutnya, Juliari Batubara saat menjabat menteri sosial tersangkut kasus dugaan suap bantuan sosial Covid-19.
Setelah melakukan operasi tangkap tangan atas pejabat Kementerian Sosial dan swasta, KPK pada 6 Desember 2020 dini hari menetapkan Juliari sebagai tersangka korupsi bansos Covid-19.
Tak lama setelah penetapan status tersangka, Juliari mendatangi gedung KPK dan menyerahkan diri.
Penetapan Juliari sebagai tersangka oleh KPK hanya berselang sembilan hari dari penetapan Edhy Prabowo menjadi tersangka oleh KPK.