Suara.com - Acara pertunjukan Barongsai dalam perayaan Imlek 2021 yang berlangsung beberapa waktu lalu di Pantjoran Pantai Indah Kapuk, Golf Island, Pulau Reklamasi Pantai Maju, memancing kerumunan orang di tengah penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat.
Kasus tersebut sekarang ditangani polisi Jakarta Utara dan baru-baru ini satu orang berinisial BJ telah ditetapkan menjadi tersangka.
BJ merupakan penanggung jawab rumah makan yang menjadi lokasi pertunjukan Barongsai.
BJ dikenakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Baca Juga: Kasus Kerumunan Barongsai di PIK saat Imlek, BJ Ditetapkan Tersangka
Pasal 93 berisi: setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.
"Yang bersangkutan tidak ditahan mengingat ancaman hukuman hanya satu tahun," kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Dwi Prasetyo.
Sementara panggung tempat pertunjukan Barongsai telah disegel petugas sejak Senin (15/2/2021).
Satgas penanganan Covid-19 telah berulangkali mengingatkan masyarakat untuk tidak mengabaikan protokol kesehatan, di antaranya dengan tidak menyelenggarakan acara-acara yang memancing kerumunan orang.
Di Jakarta dan di berbagai daerah selama ini telah dilakukan penindakan terhadap para pelanggar protokol kesehatan.
Baca Juga: Acara Barongsai saat Imlek Picu Kerumunan, Pantjoran PIK Disegel Polisi
Gotong royong cegah klaster baru pada kelompok rentan
Untuk mencegah meluasnya kemunculan klaster baru, penting untuk melindungi populasi rentan dari terpapar Covid-19.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut akhir-akhir ini ditemukan beberapa klaster baru yakni klaster panti sosial di Jakarta dan klaster pesantren di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Klaster baru ini ditemukan di beberapa daerah pada kelompok populasi yang memiliki karakteristik serupa. Yaitu warga binaan pada suatu organisasi yang tinggal bersama.
Seperti lansia di panti jompo, anak-anak di panti sosial dan narapidana di penjara. Meski memiliki tingkat mobilitas yang minim, namun berisiko karena hidup bersamaan dalam jarak yang cukup dekat.
"Pada populasi binaan seperti ini, umumnya tinggal di ruangan yang terbatas atau tertutup. Karenanya saat ada kasus aktif di sekitar mereka, maka dengan mudahnya virus dapat menyebar dari orang ke orang dan akan menimbulkan klaster," kata Wiku dalam keterangan pers.
Populasi seperti ini dinyatakan rentan oleh World Health Organization (WHO) akibat situasi khusus tertentu.
Selain itu, populasi lain yang juga dinyatakan rentan seperti warga lanjut usia, penderita komorbid, perempuan, wanita hamil, pekerja sektor informal, anak-anak bahkan orang-orang yang harus menjalani pengobatan rutin seperti penyandang disabilitas dan penderita HIV positif.
Terdapat beberapa penyebab kerentanan suatu populasi untuk terpapar Covid-19.
Pertama, kerentanan akan semakin meningkat apabila tinggal di tempat berdesakan dan tidak layak. Kedua, akses yang rendah terhadap air bersih dan lingkungan yang sehat.
Ketiga, ketergantungan tinggi terhadap upah harian sehingga diharuskan memiliki mobilitas yang tinggi. Keempat, akses rendah terhadap pelayanan kesehatan.
Kelima, kerentanan bahan pangan dan malnutrisi. Keenam, berada pada lingkungan konflik bersenjata dan kekerasan. Dan ketujuh, bagian dari komunitas marjinal dan minoritas.
Untuk itu, Satgas Penanganan Covid-19 mengajak masyarakat saling bergotong royong khususnya posko setempat.
Yaitu aparat desa dan mitra desa seperti Satlinmas, babinsa, babinkamtibmas dan tokoh masyarakat untuk melakukan upaya antisipatif memprioritaskan populasi rentan.
Baik melalui promosi kesehatan yang menyesuaikan karakteristik masing-masing populasi, serta tersedianya fasilitas dan prasarana yang mendukung menjalankan protokol kesehatan.
Jika ditemukan kasus positif, maka perlu dilakukan adanya penyesuaian skenario pengendalian berdasarkan kondisi yang ada, yaitu menyesuaikan status zonasi RT/RW setempat.
"Kita tentunya berharap bahwa usaha kita untuk melaksanakan intevensi yang spesifik dan semamkin dekat dengan hulu atau sumber penularan, akan semakin mempercepat upaya pendeteksian dini dan upaya pencegahan kasus sehingga klaster baru dapat dicegah," kata Wiku.