Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mengungkap adanya dugaan pembunuhan di luar hukum atau extra judicial killing yang diduga dilakukan anggota Polsek Sunggal terhadap dua tersangka kasus begal bernama Joko Dedi Kurniawan dan Rudi Efendi.
Pihak keluarga menyangkal keterangan polisi jika Joko dan Rudi meninggal karena sakit setelah ditemukan banyak luka di tubuh kedua tersangka.
Wakil Direktur LBH Medan Irvan Saputra menduga Joko dan Rudi meninggal karena disiksa. Keduanya sempat diserahkan oleh warga bersama lima tersangka lain terkiat aksi begal bermodus menyamar sebagai polisi di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang, Medan pada 8 September 2020 lalu.
"Joko dan Rudi itu merupakan dua tersangka kasus Pasal 365 Ayat 2 kata lain begal di Polsek Sunggal, mereka meninggal di Polsek Sunggal diduga disiksa," kata Irvan dalam diskusi Potret Pelaku Extra Judicial Killing secara daring, Selasa (16/2/2021).
Baca Juga: Polisi Disebut Langgar HAM Jika Kasus Laskar FPI Extra Judicial Killing
Sebelum masuk ke dalam dugaan pembunuhan di luar hukum, Irvan mengungkapkan kalau kasus pembegalan itu malah dimanfaatkan untuk pencitraan bagi anggota polisi. Sebab, kasus begal itu kemudian dijadikan konten program polisi di TV dan seolah-olah tersangka itu ditangkap.
"Dugaan kita ini pencitraan yang pastinya ini bukan penangkapan tapi diserahkan," ujarnya.
Kemudian, Irvan menjelaskan bahwa pihak keluarga tidak bisa menjenguk para tersangka di dalam tahanan Polsek Sunggal kurang lebih selama dua pekan pasca ditahan. Mirisnya, pihak keluarga justru mendapatkan kabar duka di mana salah satu tersangka yakni Rudi meninggal dunia pada 24 September 2020.
Meski mengabarkan, pihak keluarga tidak diberitahu penyebab pasti meninggalnya Rudi. Bahkan pihak keluarganya malah diminta membuat surat pernyataan untuk tidak melakukan autopsi.
Tidak berhenti sampai disitu, tersangka Joko juga dikabarkan meninggal dunia pada 2 Oktober 2020 tanpa disampaikan penyebab pastinya.
Baca Juga: Keluarga Tahanan Polsek yang Tewas Mengaku Diintimidasi Oknum
"Kami duga meninggal di tahanan karena penyiksaan dan juga pihak keluarga merasa janggal," ucapnya.
Dari keterangan keluarga, metode penyiksaan yang dilakukan oleh anggota polisi terhadap dua tersangka itu ialah dengan cara membawanya dari sel dengan mata tertutup menuju kamar mandi. Di kamar mandi itu lah tersangka disiksa di seluruh tubuh termasuk kepala dan dada karena lukanya terlihat ketika dimandikan.
Joko dan Rudi terus disiksa secara berulang selama beberapa hari dan dimasukan kembali ke dalam sel. Penyiksaan itu dilakukan kembali selang beberapa hari sampai akhirua dua tersangka dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara.
"Setelah diobati, masuk ke polsek kembali lagi mereka diduga disiksa, hal itu terus berulang sampai mereka meninggal dunia," ungkapnya.
Pihak keluarga Joko merasa kematian korban itu janggal karena menemukan tubuhnya penuh dengan luka saat tengah dimandikan. Dari tubuhnya terlihat ada luka memar bagian kepala hingga membuat benjolan dan mengeluarkan darah serta membiru di bagian dada. Sementara pada tubuh Rudi tampak luka memar di bagian dada dan kulitnya terkelupas.
LBH Medan berusaha membantu pihak keluarga dengan mengumpulkan data-data baik berupa pernyataan saksi hukum ataupun keteragan keluarga. Irvan mengatakan pihaknya telah membuat pengadukan ke SPKT dan ke Propam Polda Sumatera Utara dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota polisi.
LBH Medan juga sempat melakukan investigasi ke RS Bhayangkara untuk memperoleh keterangan dari pihak dokter. Mereka mendapatkan keterangan kalau tersangka sudah meninggal sebelum dibawa ke rumah sakit.
"Jadi kami menduga ini meninggal di tahanan lalu dibawa ke RS bhayangkara," tuturnya.
Versi Polisi
LBH Medan mencium adanya kejanggalan atas informasi yang disampaikan oleh pihak kepolisian. Meskipun menyebut kalau dua tersangka meninggal karena sakit, tetapi keterangan yang disampaikan oleh beberapa narasumber justru berbeda.
Seperti yang disampaikan oleh pihak Polsek Sunggal, di mana dua tersangka disebut meninggal karena sakit lambung dan paru. Kemudian pihak Polrestabes sama sekali tidak menyebut gejala yang diderita dua tersangka dan Kabid Humas Polda Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja (sekarang Direktur Reserse Kriminal Umum Polda) mengatakan penyakitnya adalah jantung dan paru.
Keterangan polisi yang berbeda-beda itu lantas dipatahkan oleh hasil rekam medis dua tersangka yang menunjukkan tidak ada kelainan pada jantung maupun paru-parunya.
Dugaan penyiksaan tersebut kemudian diperparah oleh upaya dari RS Bhayangkara kepada keluarga korban untuk tidak mengambil langkah autopsi. Menurut keterangan keluarga, pihak rumah sakit seolah menakut-nakuti supaya tidak mau autopsi.
"Dan keluarga korban juga diminta untuk membuat surat pernyataan dan video juga untuk yang namanya Rudi Effendi," tuturnya.
Atas banyaknya kejanggalan tersebut, LBH Medan memutuskan untuk membuat laporan di Polda Sumut, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, Komna HAM, Ombudsman. LBH Medan juga meminta LPSK untuk turut membantu melindungi dua orang saksi kunci yang saat ini juga sedang di dalam tahanan yakni kakak kandung dan kakak ipar dari korban.