Suara.com - Indonesia menempati peringkat 1 di Asia Tenggara dari sisi jumlah kematian kasus Covid-19, situasi yang membuat pengusaha furniture terus menggenjot produksi peti jenazah.
Pemerintah Indonesia terapkan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) skala mikro yang melibatkan ribuan relawan sebagai pelacak kontak di tingkat desa.
Di sisi lain, epidemiolog menekankan pentingnya pelacakan kontak erat dan kedisiplinan dalam penentuan karantina rumah.
- Kuburan Covid-19 hampir penuh dan kasus baru harian terus di atas 3.000, IDI: Tinjau kembali pelonggaran PSBB
- Kisah para penggali kubur untuk jenazah Covid-19: 'Kalau kita kena dan mati, siapa yang kuburkan?'
- Kota dengan jenazah-jenazah digeletakkan di tepi jalan karena kesulitan pemulasaraan
Mesin pemotong kayu menjerit-jerit. Membelah papan berukuran sekitar 0,5 x 2 meter. Serpihan kayu berterbangan membentuk kabut yang segera hilang, menerbitkan keseriusan wajah para pekerja sebuah pabrik furniture di kawasan Tangerang Selatan, Banten.
Baca Juga: Buat Peti Mati Pasien Covid-19 Setiap Hari, Suhadi Ngaku Takut Kena Corona
Papan-papan tersebut kemudian ditumpuk dengan ketinggian 2 meter, yang akan digunakan sebagai dasar pijakan peti mati bagi pasien Covid-19 yang meninggal.
Masih di atap pabrik yang sama, sekitar lima buruh melakukan pengerjaan akhir peti mati. Seluruh lapisan kayu ditempel stiker putih, di dalam kotak dilapisi bahan berlapis, dan setelah selesai dibungkus dengan plastik untuk mengindari debu.
Salah satu pekerja di pabrik itu, Dartim (39 tahun) mengaku kewalahan dengan orderan yang terus meningkat tiap bulannya. "Sampai pada sakit bergantian, tipes, karena kelelahan dan kurang tidur," katanya saat ditemui di pabrik, Kamis (04/02).
Fans Henrik, salah satu bos di pabrik itu, mengakui produksi peti mati belakangan ini sudah "kayak martabak. Bikin. Jadi. Angkat."
Ia, mengatakan pesanan naik hingga 5 kali lipat dibandingkan sejak awal pandemi. Biasanya sehari memproduksi 30 peti mati, sekarang bisa mencapai 150 unit. Kemungkinan, ia akan menambah jumlah pekerja.
Baca Juga: Viral Pengemudi Ojol Bawa Peti Mati, Warganet: Kalau Order Jangan Aneh-Aneh
"Bahkan kami mau menerapkan 24 jam, 3 shift. Kalau memang sampai ke 10.000 (per bulan)," kata bos produsen peti jenazah, kargo jenazah dan layanan kedukaan, Eternity Funeral Service ini.
Saat ini pemerintah daerah yang sudah memesan secara tetap peti mati dari perusahaan ini antara lain Jakarta, Tangerang, Karawang, dan Depok, sedangkan Bogor sedang dalam proses penawaran. Hari itu, perusahaan ini juga mendapat pesanan ratusan peti mati untuk dikirim ke Timika, Papua.
Frans melanjutkan bisnis ini seperti "dua sisi mata uang", di mana "tetap ambil untung" tapi juga membantu kebutuhan pemerintah untuk pengadaan peti mati khusus Covid-19.
Kata dia, pesanan yang diproduksi Januari 2021 kemungkinan baru akan dibayar pemda sekitar bulan Maret. "Intinya kami talangin. Mungkin dari situ kita lihat sisi kemanusiaannya kita bantu talangin, bayarnya juga mundur. Kalau kita bisa bantu semaksimal mungkin, kita bantu. Ini tanggung jawab kita bersama," katanya.
Bisnis yang tak terencana
Eternity merupakan divisi bisnis dari pabrik furniture milik Lie Amin yang mulai dirintis pada awal pandemi.
Amin mengaku tak pernah merencanakan membuka divisi untuk memproduksi peti mati. Pembukaan divisi usaha menyusul kematian adik ipar dan seorang besan karena Covid-19. Ia yang mengurus pemulasaran saat itu kesulitan mendapatkan peti jenazah.
"Cari peti, tunggu dua jam, tidak ada peti," kata Amin mengenang masa itu.
Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya ia memutuskan untuk membeli peti dan segera mengirim jenazah. "Saya marah dan sedih karena dua keluarga dalam sebulan meninggal," kata Amin.
Sehari kemudian, pihak covid center menelponnya, dan mengatakan pihaknya meminta maaf karena kehabisan peti jenazah. Dari sini, Amin kemudian mulai mendapat permintaan untuk membuat peti jenazah.
"Saya pengusaha furniture sudah 25 tahun. Saya mengerti bagaimana membuat peti yang lebih efisien, dan lebih cepat dengan mesin yang kita ada. Saya sedih sekali, saya tidak senang melihat masyarakat Indonesia begitu banyak korban".
"Saya tidak suka cita dalam kematian orang ini dan bisnis ini laris. Karena kita pabrik furniture, kita income dari furniture, ini adalah buka line, buka produksi baru untuk membantu," kata Amin.
Kematian nomor 1 di Asia Tenggara
Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) per 15 Februari 2021, angka kematian yang dipicu Covid-19 di Indonesia menempati peringkat satu di Asia Tenggara. Persentase kematian dari total kasus Covid-19 mencapai 2,72%. Kematian kumulatif selama pandemi sebanyak 32.936 dari total 1.210.703 kasus positif Covid-19.
Jumlah kematian yang dipicu Covid-19 ini berada di atas Myanmar, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam dan Bangladesh.
Sementara di kawasan Asia, jumlah kematian yang dipicu Covid-19 Indonesia menempati posisi ke-5 di bawah Yaman, Afghanistan, Iran, dan China.
Pemerintah Indonesia telah melakukan serangkaian kebijakan. Terakhir adalah penetapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang telah diperpanjang dua pekan, dan berakhir 8 Februari 2021.
PPKM skala mikro
Ketua bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 pusat, Alexander Kaliaga Ginting mengatakan mulai 9 Februari 2021, pemerintah menerapkan kebijakan PPKM skala mikro. Hal ini dikarenakan penularan virus sudah berada pada kluster keluarga.
"Artinya, harus ada posko di desa. Posko yang mendampingi puskesmas, yang mendampingi tim pelacak. Sehingga mereka yang diisolasi, dikarantina harus 14 hari dikurung," kata Alexander dalam diskusi yang disiarkan YouTube BNPB, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Alex mengungkapkan pemerintah juga menggencarkan pelacakan kontak, selain sosialisasi protokol kesehatan 3M. Sejauh ini pemerintah mencatat sudah terdapat 4.000 relawan yang menjadi tim pelacak. "Tracer ini akan didampingi oleh pemerintah, dan juga polisi desa. Untuk bisa bersama-sama, sekaligus mengawasi yang diisolasi, dan juga dikarantina," katanya.
Akan tetap melonjak tanpa penanganan di bagian hulu
Pakar epidemiolog, Masdalina Pane, menilai angka kematian yang tinggi di Indonesia disebabkan keterlambatan mendeteksi kasus, dan rumah sakit yang penuh sehingga pasien Covid-19 tak bisa mendapat perawatan yang baik.
"Mengatasi pandemi di hilir saja, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Itu seperti menggarami lautan, nggak akan ada habisnya kalau di hulunya tidak kita perbaiki," kata kepala bidang pengembangan profesi dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) ini.
Menanggapi kebijakan teranyar untuk PPKM skala mikro, Masdalina menyoroti tentang kemampuan pelacakan kontak erat terhadap orang dengan Covid-19. Menurutnya, kontak erat ini memiliki kemungkinan besar untuk mendapat orang terinfeksi virus corona.
"Hampir 65% dari kontak itu, dalam waktu tertentu mereka akan jadi positif juga," katanya.
Masdalina memperkirakan penambahan kasus semakin besar seiring dengan penelusuran kontak erat dalam kebijakan PPKM skala mikro, karena data yang ada saat ini hanya penampakan "gunung es", yang bagian bawahnya terus terjadi "penularan".
Selain itu, PPKM skala mikro yang Masdalina sebut sebagai "karantina rumah" juga perlu memperhatikan kebutuhan logistik orang yang sedang menjalani karantina atau isolasi. Ia memperkirakan pemerintah perlu membantu kebutuhan logistik 20% keluarga yang melakukan karantina rumah. "Ini harus dibantu," katanya.