Suara.com - Persoalan kritik terhadap pemerintah berakhir di balik jeruji besi terus bergulir. Kini, pemerintah berniat untuk merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk merevisi UU ITE," kata Mahfud melalui akun Twitternya @mohmahfudmd pada Senin (15/2/2021) malam.
Mahfud lantas bercerita awal mula UU ITE itu dibuat. UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik itu disahkan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan DPR RI pada 21 April 2008.
Baca Juga: Jokowi Minta Polri Lebih Selektif Terima Laporan Pelanggaran UU ITE
Pada saat itu, Mahfud menyebutkan banyak pihak yang mendorong agar UU ITE segera diterbitkan. Adapun legislasi itu dibuat untuk menangkap penyelundupan transaksi keuangan secara elektronik.
Akan tetapi, banyak pihak yang kemudian menduga kalau UU ITE justru disalahgunakan pada era Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pasalnya, UU ITE kerap menjadi senjata pamungkas untuk menyeret kritikus yang menyuarakan aspirasinya melalui media sosial.
"Jika sekarang UU tersebut dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut. Bagaimana baiknya lah, ini kan demokrasi," demikian disebutkannya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan semangat awal UU ITE untuk menjaga agar ruang digital Indonesia berada dalam kondisi bersih, sehat, beretika, dan produktif.
Namun Jokowi meminta agar implementasi terhadap undang-undang tersebut jangan sampai menimbulkan rasa ketidakadilan.
Baca Juga: Bingung Diserang Buzzer Soal Kritik, JK: Mereka Bertentangan dengan Jokowi
Kepala Negara kemudian meminta pada Kapolri untuk meningkatkan pengawasan agar implementasi terhadap penegakan UU ITE tersebut dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan menjamin rasa keadilan di masyarakat.
"Negara kita adalah negara hukum yang harus menjalankan hukum yang seadil-adilnya, melindungi kepentingan yang lebih luas, dan sekaligus menjamin rasa keadilan masyarakat," ujar Jokowi saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri Tahun 2021 dalam keterangannya, Senin (15/2/2021).
Dalam kesempatan tersebut Kepala Negara menuturkan pandangannya bahwa belakangan ini banyak masyarakat yang saling membuat laporan dengan menjadikan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya.
Menurutnya proses hukum kerap dianggap kurang memenuhi rasa keadilan.
Terkait hal tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta itu memerintahkan Kapolri beserta seluruh jajarannya untuk lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan yang menjadikan undang-undang tersebut sebagai rujukan hukumnya.
"Pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas," ucap Jokowi.
Namun, apabila keberadaan undang-undang tersebut dirasakan belum dapat memberikan rasa keadilan, Jokowi menegaskan akan meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk bersama merevisi Undang-Undang ITE sehingga dapat menjamin rasa keadilan di masyarakat.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ucap Jokowi.