Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kabupaten Muara Enim, Juarsah, sebagai tersangka kasus korupsi proyek Jalan Muara Enim tahun 2019. Juarsih langsung ditahan.
Sebelum menjabat sebagai Bupati, Juarsah merupakan Wakil Bupati Muara Enim tahun 2018-2020.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi. Selanjutnya menetapkan satu tersangka Bupati Muara Enim Juarsah (JRH)," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (15/2/2021).
Karyoto menjelaskan peran Juarsah dalam kasus korupsi proyek jalan ini. Tersangka Juarsah ternyata pernah ikut menyepakati dan menerima uang berupa 'comitmen fee' dengan nilai lima persen dari Robi Okta Fahlevi pihak swasta. Robi kini sudah menjadi terpidana dalam kasus ini.
Baca Juga: Berkas P21, Eks Ketua DPRD Muara Enim dan Mantan Kadis PUPR Segera Diadili
"Juarsah juga diduga berperan saat menjadi wakil bupati dalam menentukan pembagian proyek-proyek pe gadaan barang dan jasa di dinas PUPR Muara Enim tahun 2019," ucap Karyoto.
Karyoto menyebut Juarsah menerima sekitar miliaran rupiah dalam mengurus proyek jalan di Muara Enim dari comitmen fee sebesar lima persen.
"Penerimaan sekitar Rp 4 Miliar oleh Juarsah dilakukan secara bertahap melalui perantara Elfin MZ Muhtar selaku Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK dinas PUPR Kabupaten Muara Enim," kata Karyoto.
Untuk proses penyidikan lebih lanjut, tersangka Juarsah akan mendekam di rumah tahanan KPK Kavling C-1 selama 20 hari pertama. Terhitung hari ini, 15 Februari sampai 6 Maret 2021.
"Sebagai upaya melakukan mitigasi penyebaran covid-19 di lingkungan KPK, maka tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Cavling C-1," tutup Karyoto.
Baca Juga: Korupsi Proyek Jalan, KPK Periksa Ajudan Ketua DPRD Muara Enim
Tersangka Juarsah dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus ini hasil pengembangan dari penetapan Ramlan Suryadi dan Ketua DPRD Muara Enim Aries HB sebagai tesangka. Keduanya juga sudah divonis pengadilan.
KPK sebelumnya menyebut Aries telah menerima suap dari Robi Robi Okta Fahlefi selaku pihak swasta sekitar Rp 3,031 miliar. Uang itu commitment fee perolehan Robi atas 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim.
Kemudian Ramlan, menerima suap dari Robi mencapai Rp 1, 115 Miliar. Robi diduga memberikan commitment fee sebesar 5 persen dari total nilai proyek kepada pihak-pihak selain Ahmad Yani.
Sebelumnya KPK telah menetapkan tiga tersangka kasus korupsi di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim dalam operasi tangkap tangan atau OTT di Kota Palembang dan Kabupaten Muara Enim, Selasa (3/9/2019).
Ketiganya yakni Robi Okta Fahlefi sebagai pemberi dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari, kemudian Bupati Ahmad Yani sebagai penerima, dan Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Elfin Muhtar (EM).
Berdasarkan hasil penyelidikan, KPK mengamankan uang 35 ribu dolar AS yang diduga sebagai bagian dari "fee" 10 persen yang diterima Ahmad Yani dari Robi Okta.