Perpres Ditolak DPR, Istana Tetap Pede Bisa Vaksinasi 181,5 Juta Rakyat

Senin, 15 Februari 2021 | 16:41 WIB
Perpres Ditolak DPR, Istana Tetap Pede Bisa Vaksinasi 181,5 Juta Rakyat
Fadjroel Rahman sebagai Juru Bicara Presiden Jokowi dan Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin di Istana Kepresidenan. [Foto Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan pemerintah meyakini bahwa vaksinasi terhadap 181,5 juta rakyat Indonesia akan berhasil menyelamatkan diri sendiri, keluarga dan orang tua. Bahkan vaksinasi dapat menyelamatkan bangsa Indonesia dari pandemi Covid-19. 

"Pemerintah yakin seyakin-yakinnya bahwa vaksinasi 181,5 juta rakyat Indonesia, akan berhasil dan tuntas untuk menyelamatkan diri kita, orang tua kita anak-anak kita dan seluruh bangsa Indonesia," ujar Fadjroel saat dikonfirmasi wartawan, Senin (15/2/2021).

Pernyataan Fadjroel merespons DPR yang menolak aturan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi yang mengancam rakyat tidak mendapat bantuan sosial jika menolak vaksin Covid-19.

Dengan program vaksinasi Covid-19,  Fadjroel menuturkan Presiden Jokowi sudah menjalankan kewajiban konsistitusional yakni menyelamatkan seluruh rakyat Indonesia. Pasalnya pemerintah kata Fadjroel memegang prinsip Salus Populi Suprema Lex Esto atau Keselamatan Rakyat Adalah Hukum Tertinggi.

Baca Juga: DPR Tolak Perpres, Istana: Jokowi Pakai Pendekatan Humanis soal Vaksinasi

"Dengan demikian Presiden Joko Widodo menjalankan kewajiban konstitusional beliau yaitu menyelamatkan seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan prinsip salus populi suprema Lex Esto keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," kata dia 

Tak hanya itu, Fadjroel mengklaim Kepala Negara selalu menekankan pendekatan yang humanis, dialogis persuasif dalam penanganan Covid-19  termasuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19.

"Presiden Jokowi selalu menekankan pendekatan humanis dialogis dan persuasif dalam menangani pandemi covid 19, termasuk vaksinasi di Indonesia," tuturnya.

Kata Fadjroel, pemerintah mengutamakan gotong royong dan kesukarelaan dari 181,5 juta rakyat Indoensia yang akan divaksinasi dibandingkan sanksi yang ada di dalam Perpres No. 14 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dan Undang-undang nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular.

"Gotong-royong dan kesukarelaan 181,5 juta rakyat Indonesia yang akan di vaksinasi lebih diutamakan daripada sanksi administrasi dan sanksi pidana yang secara positif ada di dalam Perpres nomor 14 tahun 2021 maupun undang-undang nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular," tutur Fadjroel.

Baca Juga: Kritik Pemerintah Dipanggil Polisi, Jubir Jokowi Jawab Keresahan JK

Lebih lanjut, Fadjroel menegaskan, saat ini sudah satu juta orang dari satu juta setengah tenaga kesehatan bersedia divaksin .

"Bukti sangat nyata karena sudah 1000.000 orang lebih tenaga kesehatan dari satu setengah juta tenaga kesehatan di Indonesia yang bersedia divaksinasi secara sukarela," katanya.

DPR Tolak Perpres Jokowi

Sebelumnya,  DPR RI menolak aturan yang ada di dalam Perpres No 14 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi yang mengancam rakyat tidak mendapat bantuan sosial jika menolak vaksin Covid-19.

Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene mengungkapkan, sanksi penghapusan bansos dan layanan administrasi itu tidak ada di dalam kesepakatan antara DPR dan pemerintah ketika rapat kerja di Senayan.

"Laporan singkat rapat kerja antara Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan, BPOM, BPJS Kesehatan, pada poin 1 ayat g secara eksplisit tertulis; 'Tidak mengedepankan ketentuan dan/atau peraturan denda dan/atau pidana untuk menerima vaksin Covid-19'," kata Felly dalam keterangannya, Senin (15/2/2021).

Dia menyebut Perpres ini juga sudah melanggar Peraturan Tata Tertib DPR RI No 1 Tahun 2020 Pasal 61 yang menegaskan bahwa keputusan rapat kerja bersama antara pemerintah dan DPR bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan.

"Apa gunanya kita rapat kalau itu tidak ada legitimasinya. Jangan keburu membuat sebuah keputusan dengan semacam sanksi seperti itu. Komisi IX DPR tidak setuju," tegasnya.

Perpres ini juga melanggar anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang lebih mengutamakan sosialisasi vaksin ketimbang mengancam penolak vaksin dengan sanksi.

"Kalau kita ancam bisa saja malah masyarakat semakin antipati. Ancaman sanksi ini tidak pas. Bagi kami, ini melanggar hak-hak juga. Tidak boleh seperti ini," ujar Felly.

Jokowi Ancam Tarik Bansos Corona

Presiden Jokowi sebelumnya meneken Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 pada 9 Februari 2021.

Dalam Pasal 13 A ayat 4 ditetapkan sejumlah sanksi bagi penolak vaksin. Saksinya diantara lain ialah penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial. Kemudian penundaan atau penghentian layanan administrasi dan denda.

Tiga sanksi itu dapat diterapkan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya.

Sementara Pasal 13B dijelaskan bahwa setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Ayat 2 dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran Covid-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Ayat 4 dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI