Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengawasi proses penyidikan kasus korupsi bantuan sosial paket sembako se-Jabodetabek yang telah menjerat eks Menteri Sosial Juliari P Batubara.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyenut tujuan itu, agar tidak ada intervensi yang dilakukan oleh internal KPK dalam proses penyidik KPK tengah melakukan pengusutan kasus itu.
"Untuk itu, ICW meminta kepada Dewan Pengawas untuk mengawasi secara ketat penanganan perkara ini. Jangan sampai ada upaya-upaya sistematis atau intervensi dari internal KPK yang berusaha menggagalkan kerja tim penyidik," kata Kurnia dihubungi, Senin (15/2/2021).
Kurnia pun mengingatkan di Internal KPK jangan sampai adanya oknum-oknum yang menghambat proses penanganan kasus yang ditangani oleh penyidik antirasuah.
Baca Juga: Penahanan Anak Buah Eks Mensos Juliari Diperpanjang 30 Hari, Ini Alasan KPK
"Jangan sampai ada oknum-oknum di internal KPK, entah itu Pimpinan, Deputi, atau pun Direktur, yang berupaya ingin melokalisir penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan paket sembako di Kementerian Sosial berhenti hanya pada mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara," ucap Kurnia
Kurnia menyebut KPK dianggap mendiamkan pihak-pihak yang mengetahui rasuah proyek bansos corona se-jabodetabek ini. Sepatutnya, KPK harus memanggil untuk dimintai keterangan.
"Sampai saat ini KPK terlihat enggan untuk memanggil beberapa orang yang diduga memiliki pengetahuan terkait pengadaan bansos," ujar Kurnia.
Menurut Kurnia, KPK sebetulnya dapat mengembangkan dan menggali sejumlah hal dalam kasus ini. Seperti, KPK dapat menelisik alasan Kemensos memberikan proyek pengadaan paket sembako pada korporasi tertentu.
Berdasarkan regulasi LKPP, penunjukan langsung dalam keadaan darurat dapat dibenarkan jika korporasi itu pernah terlibat dalam pengadaan pemerintah dengan produk barang atau jasa yang sama.
Baca Juga: Tak Beri Efek Jera, ICW: Vonis yang Pantas ke Pinangki Adalah 20 Tahun Bui
Namun, berdasarkan pengamatan ICW, ada beberapa korporasi yang baru berdiri kemudian langsung mendapatkan proyek sembako dari Kemensos.
"Bukankah itu sebuah kejanggalan yang mesti ditelusuri lebih lanjut ? Apakah ada unsur nepotisme karena mereka memiliki kedekatan tertentu dengan Juliari?," tutup Kurnia
Dalam kasus ini, Juliari diduga mendapatkan jatah atau fee sebesar Rp 10 ribu per paket bansoss. Dari program bansos Covid-19, Juliari dan beberapa pegawai Kementerian Sosial mendapatkan Rp 17 miliar. Sebanyak Rp 8,1 miliar diduga telah mengalir ke kantong politisi PDI Perjuangan itu.
Juliari juga dijanjikan akan mendapatkan jatah selanjutnya sebesar Rp 8,8 miliar pada pengadaan bansos periode kedua. Selain Juliari, KPK turut menetapkan dua pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial, yakni Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW), sebagai tersangka penerima suap.
Sedangkan pemberi suap adalah pihak swasta bernama Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke. Dalam OTT tersebut, KPK sita barang bukti berupa uang mencapai Rp14,5 miliar yang terdiri dari mata uang rupiah dan mata uang asing.