OPINI: Diskursif Pencegahan Wabah Covid-19 Dalam Perspektif Foucault

Ririn Indriani Suara.Com
Minggu, 14 Februari 2021 | 19:46 WIB
OPINI: Diskursif Pencegahan Wabah Covid-19 Dalam Perspektif Foucault
Alamsyah, Dosen Ilmu Komunikasi dan Media Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang. (Foto: Dok. Pribadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penulis: Alamsyah

Wabah corona virus desease 2019 atau Covid-19 yang menyerang secara mengglobal hingga kini masih belum bisa dihentikan.

Indonesia yang merupakan salah-satu negara terdampak virus asal dari Kota Wuhan, China tersebut, telah melakukan berbagai langkah demi keluar dari ancaman virus yang mematikan tersebut.

Sebagai langkah preventif Pemerintah Indonesia membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan melibatkan sejumlah lembaga pemerintahan terkait. Namun Gugus Tugas ini kemudian dibubarkan dan beralih nama menjadi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, setelah terbitnya Peraturan Presiden nomor 82/2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Baca Juga: Vaksin Tak Bikin Gejala Memburuk, Odapus Disarankan Ikut Vaksinasi

Meskipun berubah nama kelembagaan, namun konsep kerja dalam mengatasi pandemi covid-19 tidak jauh berubah, yaitu protokol kesehatan penanggulangan Covid-19.

Protokol kesehatan penanggulangan Covid-19 merupakan bentuk komunikasi terstruktur untuk diimplementasikan masyarakat agar terhindar dari ancaman penularan virus corona yang mematikan tersebut.

Berbagai langkah dan anjuran dengan pengistilahan yang terkadang masih asing seperti social distancing, lock down, physical distancing, pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP), Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), new normal, 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak dan menghindari kerumunan), 3T (testing, tracing, treatment), 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi), hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) diterapkan ke masyarakat. Namun, upaya Pemerintah Indonesia dalam memberantas penyebaran virus Covid-19 dengan berbagai langkah-langkah preventif tersebut tidak menghasilkan yang menggembirakan, angka penderita covid-19 di masyarakat terus bertambah.

Kampanye dan sosialisasi yang gencar dilakukan di media dan ruang publik seolah tak diindahkan masyarakat, seperti anjuran untuk tidak berkerumun masih banyak juga dilanggar di lapangan, penggunaan masker yang diabaikan, dan lainnya.

Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia (RI) dalam mengatasi pandemi Covid-19 tak lepas dari level komunikasi.

Baca Juga: AS Desak China Menyediakan Data Awal Wabah Kasus Covid-19 dari Negaranya

Berbagai informasi yang dibangun kepada publik menggeliat dan menarik untuk dianalisis secara keilmuan.

Pada konteks komunikasi masyarakat dan budaya, dalam tradisi kritis salah-satu pakar post-strukturalis yang berpengaruh yaitu Michel Foucault, mengatakan bahwa setiap masa memiliki pandangan yang berbeda, atau susunan konseptual yang menentukan sifat pengetahuan dalam sebuah masa tersebut.

Foucault menyebut karakter pengetahuan dalam sebuah masa adalah epistem atau formasi diskursif (wacana). Pandangan masing-masing masa bersifat ekslusif dan tidak sesuai dengan pandangan dari masa-masa yang lain, menjadikannya tidak mungkin bagi manusia dalam suatu masa untuk berpikir layaknya manusia dari masa yang lain.

Epistem, atau cara pikir, tidak ditentukan oleh manusia, tetapi oleh susunan diskursif (wacana) utama pada saat itu.

Susunan diskursif ini merupakan cara-cara mengungkapkan gagasan yang ditanamkan, dan apa yang manusia ketahui tidak dapat dipisahkan dari susunan wacana yang digunakan untuk mengungkapkan pengetahuan tersebut.

Wacana mencakup naskah tertulis, tetapi juga mencakup bahasa lisan dan bentuk-bentuk non-verbal. Susunan wacana menurut Foucault adalah sebuah tatanan aturan yang melekat yang menentukan bentuk dan dasar praktif diskursif.

Penggunaan aturan berlaku dalam budaya dengan beragam wacana dan fungsi pada sebuah tingkatan yang dalam dan kuat. Ini bukan semata-mata aturan untuk bagaimana seharusnya berbicara, tetapi aturan-aturan yang menentukan sifat dasar pengetahuan, kekuasaan, dan etika kita. Aturan-aturan ini mengatur apa yang boleh dibicarakan atau ditulis, dan siapa yang boleh membicarakan atau menulisnya, dan kata-kata siapa yang dianggap serius. Peraturan tersebut juga menentukan yang harus diambil oleh wacana.

Dari konsep dan pemikiran Foucault tersebut di atas, penulis berasumsi bahwa konsep protokol kesehatan penanggulangan dan penanganan covid-19 oleh Pemerintah Indonesia adalah sebuah wacana. Wacana ini berada dalam pikiran masyarakat dan secara halus menjadi paradigma masyarakat Indonesia itu sendiri dalam berpikir dan bertindak.

Wacana hidup menjadi bagian dari masyarakat dalam mengatur tingkahlaku kita dan membatasi gerak-gerik masyarakat. Wacana inilah menurut Foucault sebagai kebenaran. Kebenaran menurutnya adalah wacana yang dominan dalam sebuah struktur.

Episteme bisa dikatakan sebagai struktur kognitif fundamental yang mendasari keseluruhan pola berpikir masyarakat di tengah pandemi covid-19 Indonesia. Di mana sebagai sebuah totalitas yang menyatukan, dalam arti mengendalikan cara kita memandang dan memahami realitas tanpa kita sadari tentang covid-19 itu.

Episteme hanya berlaku pada suatu zaman yang dalam hal ini zaman masyarakat Indonesia dirundung pandemi wabah covid-19. Ketika masyarakat sadar akan episteme yang memengaruhi mereka, berarti mereka telah berada dalam episteme yang berbeda, karena episteme tidak dapat dilihat atau disadari ketika kita ada di dalamnya.

Épisteme tidak bisa dilacak, tetapi dapat ditemukan dengan cara mengungkap “yang tabu, yang gila, dan yang tidak benar” menurut pandangan suatu zaman.

Di dalam episteme ada hubungan yang erat antara bahasa dan realitas terkait protokol kesehatan penanganan dan penanggulangan covid-19 di Indonesia. Bahasa yang tidak transparan seperti bahasa serapan dari bahasa asing (Inggris), yang merupakan cerminan dari sebuah episteme.

Realitas yang disampaikan bahasa dengan demikian adalah realitas yang dibentuk oleh episteme. Bahasa di sini berarti adalah wacana yang merupakan pengetahuan yang terstruktur.

Berbicara tentang wacana, berarti berbicara tentang aturan-aturan, praktik-praktik yang menghasilkan pernyataan-pernyataan yang bermakna pada satu rentang historis tertentu.

Pada permasalahan penanganan dan penanggulangan covid-19 di Indonesia, konsep-konsep protokol kesehatan covid-19 merupakan konsekuensi kekuasaan yang terhubung dengan masyarakat dengan memberi struktur kegiatan-kegiatan, namun tidak bersifat represif akan tetapi produktif yang melekat pada keinginan mengetahui, dan bagaimana kekuasaan dipraktikan diterima, dan dilihat sebagai kebenaran. Di sinilah jelas bahwa pengetahuan atau wacana adalah sebuah kekuasaan. Tidak ada pengetahuan tanpa kekuasaan dan tidak ada kekuasaan tanpa pengetahuan.

Penulis: Alamsyah (Dosen Ilmu Komunikasi dan Media Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI