Suara.com - Kisah sahabat nabi tentang cinta bertepuk sebelah tangan ini dialami oleh pria bernama Mughits.
Mughits yang seorang sahabat nabi ini memiliki istri bernama Barirah. Keduanya berstatus budak.
Menyadur dari artikel NU Online berjudul 'Takdir Allah dan Kisah Cinta Mughits yang Bertepuk Sebelah Tangan' oleh Yusuf Rosyadi, kisah ini mengandung pelajaran tentang cinta.
Pada suatu hari, istri Mughits, Barirah dimerdekakan oleh Sayyidah 'Aisyah shingga berubah menjadi wanita merdeka.
Baca Juga: Mereka-reka Kudeta Cinta Ala AHY
Nabi kemudian memanggil Barirah lalu memberikan hak pilih kepadanya antara tetap menjadi istri Mughits atau berpisah dari suaminya yang masih berstatus budak.
Perlu diketahui, dalam syariat disebutkan bahwa seorang budak perempuan yang menjadi istri budak laki-laki kemudian merdeka, maka baginya khiyar (pilihan untuk tetap dengan suaminya atau berpisah).
Barirah ternyata memilih berpisah dengan suaminya, Mughits. Bahkan ia mengaku tak mau jadi istri Mughits lagi meskipun diberi banyak harta.
"Walau Mughits memberiku banyak harta, aku tidak mau menjadi istrinya lagi," kata Barirah kepada nabi.
Sementara itu Mughits adalah seorang pria yang sangat mencintai Barirah. Mughits terus membuntuti mantan istrinya, Barirah di jalanan kota Madinah sambil terus memohon-mohon belas kasih.
Baca Juga: Hari Valentine Menurut Islam, Apakah Boleh Merayakan?
- Nabi tidak tinggal diam
Nabi yang tidak tinggal diam kemudian bersabda kepada pamannya, 'Abbas.
"Wahai 'Abbas, tidakkah engkau heran betapa besar rasa cinta Mughits kepada Barirah, namun Barirah sedikitpun tidak mencintai Mughits?"
Nabi kemudian memanggil Barirah dan bertanya,"Andai saja engkau mau kembali kepada Mughits?"
"Wahai Rasulullah, apakah engkau memerintahku?" tanya Barirah.
"Aku hanya ingin mengasihani Mughits," jawab Rasulullah.
Barirah kemudian menjawab,"Aku sudah tidak membutuhkannya lagi."
(Cerita lengkapnya bisa di rujuk di kitab Fath al-Bari karya Ibnu Hajar al-'Asqalani).
- Tawakal kepada Allah SWT
Begitulah kehidupan, terkadang apa yang kita inginkan tidak selalu terwujud.
Itu mengingatkan kita akan arti tawakal kepada Allah, dan mengingatkan kita tentang takdir Allah bahwa setiap yang dikehendaki Allah pastilah terjadi.
Karena itu pula, Imam Syafi'i—semoga Allah meridhainya—berkata:
"Segala apa yang telah engkau kehendaki—Ya Allah—pastilah terjadi walaupun aku tak menghendakinya, dan setiap yang kuinginkan, jika engkau tak menghendakinya terjadi, niscaya tidak akan pernah terjadi."
Seberapa besar pun usaha Mughits, jika Allah tidak menghendaki hati Barirah mencintainya, tentu ia tak akan mencintainya.
Cerita ini juga mengajarkan kita tentang betapa besarnya rasa hormat para sahabat kepada nabi. Bayangkan saja, seorang Barirah yang sama sekali tidak mencintai Mughits, ketika Nabi mengungkapkan rasa simpati akan Mughits kepadanya, Barirah masih memastikan apakah itu perintah atau bukan. Karena seandainya yang dimaksud Nabi adalah perintah, tentu Barirah tidak akan berani melanggarnya. Sebaliknya dia akan sabar untuk menjalankan perintah Nabi.
Jadi seandainya ada di antara kita yang dikecewakan karena cintanya tidak diterima oleh seseorang yang ia cintai, mungkin saja ia adalah Mughits masa kini.
Terkadang banyak orang yang menginginkan kita, namun tiada satu pun dari mereka yang kita inginkan. Sementara orang yang kita cintai, justru tidak mencintai kita.
Bukan karena ia tidak baik, juga bukan karena orang yang tidak mencintainya tidak baik, tapi itulah pilihan dan hak.
Jangan terlalu berharap, mungkin saja orang yang selalu ada dalam doamu, justru dia mendoakan orang lain.
Kemudian terlepas dari apa yang terjadi dalam rumah tangga Mughits dan Barirah, ketika kita sudah ditakdirkan bersama, ditakdirkan bersatu dalam ikatan pernikahan, maka itu ibarat sebuah tanaman yang indah. Jika kita ingin selalu melihat tanaman itu tetap hidup dan indah perlu dirawat, disiram dan diperhatikan sebagai usaha agar ia tetap memancarkan keindahan.
Demikian juga sebuah ikatan pernikahan hendaknya masing-masing pasangan senantiasa saling memupuk cinta, saling menjaga, saling mendukung dalam kebaikan sebagai ikhtiar agar terus bertahan sampai maut memisahkan dengan kehendak Allah. Dan ingatlah bahwa apa yang dikehendaki oleh Allah untuk terjadi, pastilah terjadi. Jika tidak, pasti tidak terjadi.
(Yusuf Rosyadi, alumni Program Studi Magister di Global University Doha Lebanon)