Suara.com - Co Founder Pusat Kajian Anti Pencucian Uang (PUKAU) Fakultas Hukum UI, Yunus Husein, merespons merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia pada 2020.
Yunus mengatakan pencapaian tersebut berdampak terhadap iklim usaha di Indonesia.
“Akibatnya investor luar negeri menjadi kurang tertarik dan biaya transaksi luar negeri menjadi lebih mahal,” kata Yunus lewat video diskusi daring, Sabtu (13/2/2021).
Diketahui, berdasarkan rilis lembaga antikorupsi internasional, Transparency International (TI) beberapa minggu lalu, Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia pada 2020 merosot tiga poin menjadi 37/100, dari sebelumnya pada 2019 berada di angka 40/100. Capaian ini juga yang menempatkan Indonesia pada peringkat 102 dari 180 negara.
Baca Juga: IP Korupsi RI Setara Gambia, PKS: Aturan dengan Pemberantasan Tak Sejalan
Menurut Yunus, merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia itu akan menghambat pertumbuhan ekonomi serta berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara.
“Semuanya tentu dapat berakibat menghambat pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara dari pajak,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan, merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia sebagai pertanda mengakarnya praktik korupsi ke berbagai lapisan di Tanah Air.
“Tindak pidana ini tak hanya terjadi dalam sektor pemerintahan, namun juga sektor-sektor lainnya seperti transportasi dan bahkan pendidikan,” ujarnya.
Anggota dewan dari fraksi PDI-P ini pun menyebutkan, salah satu bukti korupsi yang telah mengakar dapat dilihat dari kasus rasuah Bansos Covid-19.
Baca Juga: IPK Jeblok, Novel Baswedan: Upaya Melemahkan KPK Semakin Jelas Berdampak
“Pada tahun 2020 ini kita bahkan mendengar berbagai kasus korupsi dana bantuan sosial untuk masyarakat terdampak pandemi” ucapnya.