Suara.com - Meski Imlek tahun 2021 tidak bisa dirayakan semeriah tahun-tahun sebelumnya karena pandemi Covid-19, masyarakat Tionghoa khususnya di Semarang, Jawa Tengah mulai berkegiatan di Gedung Rasa Dharma atau Boen Hian Tong.
Mereka mulai membersihkan altar utama yang berisi 25 papan Sinci atau papan nama roh. Ada yang menarik dari deretan Sinci tersebut, yakni sinci bertuliskan nama KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur.
Sinci Gus Dur diletakkan bersama dengan sejumlah sinci mantan ketua Perkumpulan Boen Hian Tong yang telah meninggal.
Hal itu dikarenakan sosok Presiden Ketiga RI begitu dihormati oleh masyarakat Tionghoa dan sebagai bentuk penghormatan atas sumbangsihnya karena menghidupkan kembali tradisi kebudayaan khas Thionghoa yang sempat dilarang di era Orde Baru.
Baca Juga: Berani Wisata di Libur Imlek, Sanksi Menanti bagi PNS Bandar Lampung
Melalui unggahan video di kanal Youtube Ganjar Pranowo, tampak Gubernur Jawa Tengah itu mengunjungi Boen Hian Tong di Jalan Gang Pinggir, Kota Semarang.
Dalam video itu, Ganjar ditemani pihak Boen Hian Tong menjelaskan makna dan serjarah adanya Sinci Gus Dur.
Awalnya, Sinci Gus Dur tersebut dibuat setelah mendapat persetujuan dari istrinya, Sinta Nuriyah.
Kemudian sesuai saran KH Mustofa Bisri alias Gus Mus sahabat Gus Dur, sinci itu dibuat menyerupai kubah Masjid Agung Demak yang bermakna Iman, Ihsan, dan Islam.
Diketahui Sinci milik Gus Dur sudah ada sejak tahun 2014 di Boen Hian Tong. Tak sekadar papan nama, di dalam sinci itu terdapat kertas berisi lembaran autobiografi yang memaparkan silsilah nenek moyang Gus Dur dan kiprahnya menjadi presiden.
Baca Juga: Viral Foto Wanita Korban Banjir Kudus Salat di Gereja, Publik Ikut Terharu
Dalam video, pihak Boen Hian Tong turut menjelaskan sesaji yang disajikan khusus untuk Gus Dur, yakni berupa makanan favoritnya.
Ia menuturkan pada Ganjar, semenjak ada Sinci Gus Dur, sajian yang awalnya babi diganti dengan kambing.
"Ini yang disajikan salah satu juga kegemarannya Gus Dur, kecombrang, tempe mendoan, kopi, ikan, ayam, babi. Sekarang diganti kambing karena ada Gus Dur," terangnya.
"Dari tradisi, dari babi menjadi kambing. Kamu lihat bagaimana toleransi itu dinamis sekali. Bahkan di pusat Tionghoa sendiri saja bisa berubah karena Gus Dur," timpal Ganjar.