Suara.com - Pendiri Drone Emprit and Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi menganalisis soal situs Aisha Wedding, sebuah wedding organizer yang mempromosikan pernikahan dini anak usai 12 tahun. Meski banyak publik yang mempercayai Aisha Wedding itu benar-benar ada, namun menurutnya perbincangan tersebut tidak perlu dilanjutkan.
Keberadaan situs Aisha Wedding berhasil menyedot perhatian pengguna media sosial. Bukan tidak mungkin, dalam situs ataupun akun media sosialnya, Aisha Wedding mempromosikan pernikahan dengan melibatkan anak di bawah umur. Bukan hanya masyarakat biasa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga ikut bersikap cukup keras dengan kehadiran Aisha Wedding.
"Menurut saya sih, kehebohan publik ini tak perlu dilanjutkan. Karena memang tidak jelas siapa yang membuat, dan tujuannya sepertinya bukan sungguh-sungguh sebagai iklan wedding profesional," kata Fahmi melalui akun Twitternya @ismailfahmi pada Kamis (11/2/2021).
Fahmi lantas mencoba untuk menjelaskan analisisnya. Situs pertama dari wedding organizer tersebut dibuat pada 2018 dengan nama aishaevents.com. Situs itu diperbarui pada 2021.
Baca Juga: DPR Sebut Nikah Muda Ciptakan Kerapuhan Keluarga dan Keturunan yang Lemah
Konten anyar dari Aisha Wedding terlihat dibuat pada 9 Februari 2021.
Dari pengamatan Fahmi, konten dari situs Aisha Wedding belum lengkap dan mengandung unsur provokatif. Hanya beberapa halaman dari situs tersebut yang terisi seperti soal poligami dan pernikahan dini.
"Sedangkan bagian layanan Covid-19, kontak belum diisi. Sepertinya web ini baru dibuat, tapi keburu ketahuan," ucapnya.
"Provokatifnya itu ini, 'manfaat poligami yang bisa dinikmati umat Islam'. Duh, haha. Umat Islam yang beneran mau poligami juga ndak akan menulis seperti itu. Sepertinya terburu-buru bikin kontennya," sambung dia.
Fahmi juga melihat kalau ada unsur peluncuran yang terlalu cepat. Pasalnya, spanduk promosi sudah dibuat dan dipasang di beberapa titik. Menurut ia, apabila spanduk sudah tersedia, maka seharusnya mereka sudah siap menerima layanan. Lebih lanjut, Fahmi lantas melihat tren pembicaraan publik soal Aisha Wedding tersebut. Isu bermula berkembang di Facebook dan lanjut ke Twitter.
Baca Juga: Anggota DPR Dorong Polisi Turun Tangan Usut Kasus Aisha Weddings
Fahmi menyebut kalau ada pro kontra dari tanggapan masyarakat di mana ada yang percaya dan tidak percaya dengan keberadaan situs Aisha Wedding.
"Misi cukup berhasil," sebutnya.
Sementara kalau melihat dari analisis jaringan sosial atau social network analysis (SNA), misi Aisha Wedding cukup berhasil karena membuat publik heboh. Bahkan tidak sedikit media massa bahkan pejabat publik yang mengangkat isu tersebut.
Dari beragam analisisnya tersebut, Fahmi pun berkesimpulan bahwa keberadaan Aisha Wedding itu tidak jelas baik secara offline maupun online. Kemudian situsnya pun diperbarui pada 9 Februari 2021 setelah pernah diperbarui sebelumnya pada 2018.
Selain itu, Fahmi juga melihat ada unsur disinformasi yang meresahkan tetapi serius untuk dibuat. Hal itu terlihat dari spanduk offline yang disebar di beberapa titik.
"Banyak pihak sudah menyatakan keberatan atas iklan nikah muda, poligami, penyimpangan pemahaman agama dan UU yang dibuat oleh akun tidak jelas ini," tuturnya.
"Jika tujuannya untuk membangun keresahan, misi ini cukup berhasil, karena narasinya berhasil menarik komentar dari berbagai organisasi besar dan juga diliput media mainstream dan tv."