Suara.com - Polisi menetapkan seorang ibu berinisial RS sebagai tersangka kasus aborsi. RS merupakan pasien ST dan IR sepasang suami-istri yang membuka praktek aborsi ilegal rumahan di Padurenan, Mustika Jaya, Bekasi, Jawa Barat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan RS nekat mengaborsi janin yang dikandungnya kerena faktor ekonomi. Kepada penyidik RS berdalih, sang suami sedang sakit dan khawatir tak mampu menghidupi calon jabang bayi.
"Menurut pengakuannya kalau suami sakit sehingga ada keterbatasan ekonomi, dia harus menggugurkan takut nanti menanggung pada saat melahirkan," kata Yusri saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Selain itu RS juga melakukan aborsi tanpa sepengetahuan sang suami. Dia bahkan mencari informasi terkait praktek aborsi secara mandiri.
Baca Juga: Pasutri di Bekasi Diam-diam Belajar Aborsi saat Kerja di Klinik Ilegal
"Menurut si ibu pemilik janin itu niatan dia sendiri. Bahkan dia sendiri yang pergi mencari orang-orang yang bisa mengaborsi," ujar Yusri.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Metro Jaya sebelumnya menangkap ST dan IR di kediamannya di wilayah Padurenan, Mustika Jaya, Bekasi, pada 1 Februari 2021. Mereka ditangkap terkait kasus aborsi ilegal rumahan.
Tersangka IR berperan sebagai pelaku yang melakukan aborsi. Sedangkan, ST berperan mencari pasien bersama calo lainnya.
"IR sebagai pelaku yang melakukan aborsi tidak memiliki kompeten sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," beber Yusri.
Yusri mengungkapkan bahwa IR sempat bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah klinik aborsi ilegal pada tahun 2000. Saat itu lah IR secara diam-diam mempelajari cara melakukan tindakan aborsi.
Baca Juga: Polisi Tangkap Pasutri Pelaku Praktik Aborsi Ilegal Rumahan
"Dari situ dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi, cuma memang yang bersangkutan tidak berani melakukan tindakan aborsi usia kandungan delapan minggu ke atas. Dia hanya berani usia dua bulan saja atau delapan minggu ke bawah," jelasnya.
Atas perbuatannya para tersangka kekinian tengah mendekam di Rutan Polda Metro Jaya.
Mereka dijerat dengan Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A JO Pasal 45A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 53 Ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.