Pasutri di Bekasi Diam-diam Belajar Aborsi saat Kerja di Klinik Ilegal

Rabu, 10 Februari 2021 | 13:34 WIB
Pasutri di Bekasi Diam-diam Belajar Aborsi saat Kerja di Klinik Ilegal
Polda Metro Jaya bongkar praktik aborsi di Bekasi yang melibatkan pasangan suami istri. (Suara.com/M Yasir)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polisi mengungkap fakta di balik kasus praktik aborsi ilegal rumahan yang dilakukan sepasangan suami istri berinsial ST dan IR di Padurenan, Mustika Jaya, Bekasi. Terungkap, bahwa IR diam-diam memperoleh keterampilan melakukan tindakan aborsi saat bekerja di klinik ilegal.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan bahwa IR yang merupakan istri dari tersangka ST sempat bekerja di sebuah klinik aborsi ilegal pada tahun 2000. Ketika itu, dia bekerja selama empat tahun sebagai pembersih.

"Dari situ dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi, cuma memang yang bersangkutan tidak berani melakukan tindakan aborsi usia kandungan delapan minggu ke atas. Dia hanya berani usia dua bulan saja atau delapan minggu ke bawah," kata Yusri saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (10/2/2021).

Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya sebelumnya menangkap ST dan IR di kediamannya di wilayah Padurenan, Mustika Jaya, Bekasi, pada 1 Februari 2021. Mereka ditangkap terkait kasus aborsi ilegal rumahan.

Baca Juga: Argentina Legalkan Aborsi, Kiai NU Ini Juga Memperbolehkan, Tapi...

Selain ST dan IR, polisi turut mengamankan seorang ibu berinisial RS. Dia merupakan pasien yang menggunakan jasa aborsi ilegal ST dan IR.

"IR dan ST dia buka praktik untuk melakukan aborsi ilegal. Kita masih mendalami karena memang mereka mengaku baru empat hari (membuka praktek) di rumahnya, sudah lima pasien yang dilakukan aborsi dan yang kelima ini (RS) yang ditangkap," ujar Yusri.

Yusri mengungkapkan bahwa tersangka IR berperan sebagai pelaku yang melakukan aborsi. Sedangkan, ST berperan mencari pasien bersama calo lainnya.

"IR sebagai pelaku yang melakukan aborsi tidak memiliki kompeten sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," bebernya.

Dalam sekali tindakan, ST dan IR memasang tarif sebesar Rp5 juta kepada pasien. Mereka memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp2 juta rupiah dan sisanya diserahkan untuk calo.

Baca Juga: Aborsi Bayi di Bantul, DDT Jadi Tersangka Usai Terbukti Konsumsi Cytotex

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A JO Pasal 45A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 53 Ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Mereka terancam dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI