Suara.com - Serangan kelompok kriminal bersenjata kepada seorang warga di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada Senin (8/2), merupakan insiden terbaru dalam rangkaian kekerasan yang telah terjadi setidaknya lima kali sejak awal tahun ini. Akibatnya, ratusan warga mengungsi karena takut.
Ratusan warga yang berasal dari Kampung Bilogai, Kumlagupa, dan Puyagiya mengungsi ke sebuah gereja Katolik setelah kelompok KKB pimpinan Undius Kogoya menyerang seorang warga berinisial R yang diduga sebagai mata-mata aparat keamanan.
Hingga kini, ratusan orang tersebut masih dalam pengungsian, kata seorang warga bernama Mepa (bukan nama sebenarnya) yang ikut mengungsi bersama ratusan warga dari tiga desa tersebut.
- Pendeta Yeremia tewas ditembak di Papua, keluarga tuntut pelakunya diadli di peradilan HAM
- Dosen UGM anggota tim pencari fakta kematian pendeta Papua tertembak dan dievakuasi, TPNPB klaim bertanggung jawab
- TPNPB-OPM bantah klaim tiga kelompok bersenjata di Papua Barat telah bersatu
"Kami mengungsi karena takut aparat keamanan akan datang ke kampung-kampung mencari mereka dan menembaki kami," kata Mepa kepada wartawan Yamoyw Abeth yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (9/2).
Baca Juga: Hendak Ambil Motor Korban, Aparat Kontak Tembak dengan KKB di Papua
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat menyatakan bertanggung jawab atas penyerangan terhadap seorang warga sipil tersebut. Sementara pihak kepolisian membantah adanya pengungsian di kompleks gereja.
Serangan ini merupakan satu dari rangkaian konflik bersenjata berujung pada pengungsian yang terjadi di Intan Jaya sepanjang tiga tahun terakhir.
Sejak awal 2021 setidaknya telah terjadi lima kali konflik antara KKB dan aparat keamanan yang menewaskan dua prajurit TNI, serta menyebabkan seorang warga dan seorang anggota KKB meninggal dunia.
Ketua Tim Kemanusiaan untuk Intan Jaya yang juga aktivis LSM Lokataru, Haris Azhar, dan pengamat Papua dari LIPI, Adriana Elisabeth, menyebut rangkaian serangan bersenjata yang terjadi di Intan Jaya tidak lepas dari adanya kepentingan penguasaan atas sumber daya alam berupa emas yang ada di sana, juga ketidakmampuan dilakukannya dialog damai antara pihak.
'Kami mengungsi karena takut'
Mepa, bukan nama sebenarnya, bersama ratusan warga dari Kampung Bilogai, Kumlagupa, dan Puyagiya, Kabupaten Intan Jaya, Papua, mengungsi ke sebuah kompleks gereja Katolik akibat adanya serangan dari KKB terhadap seorang warga sipil.
Baca Juga: Pasca KKB Tembak Warga Sipil di Intan Jaya, 359 Orang Mengungsi ke Gereja
"Kemarin, Senin, jam enam sore, anggota TPNPB-OPM masuk ke kampung dan menembak salah satu warga yang diduga intel. Kalau tinggal di rumah kami paling takut dari aparat keamanan karena pasti ada pembalasan. Imbasnya kami bisa kena tembak," kata Mepa.
"Alasan aparat keamanan, mereka pikir kami masyarakat lokal kasih makan dan minum mereka, sehingga kami mengungsi ke halaman gereja hingga sekarang, sudah dua hari," tambah Mepa.
Mepa mengatakan, selama tinggal di halaman gereja, para pengungsi mendapatkan bantuan berupa dua karung beras dan dua kardus mie instan dari kepolisian.
"Di sini pegunungan, kami tidur di dalam gereja, dingin sekali, tapi demi keamanan kami tinggal di sini, karena patroli keamanan terus sehingga kami sangat takut," ujarnya.
Mepa mengatakan, sejak tahun 2019, ia dan warga lain hidup dalam trauma akibat sering terjadi tembak-menembak.
"Seluruh kampung, pinggir kali, sungai, ladang, hingga hutan semua diduduki aparat keamanan. Terjadi kontak di sana sini, kami merasa terancam dan tertekan.
Kami mohon aparat tidak bergerak ke sini, begitu juga TPNPB untuk tidak masuk kampung, atur tempat sendiri. Lalu, pemerintah daerah kembali datang dan hadir menemani kami di sini, kami trauma dan ketakutan luar biasa" katanya.
OPM: Kami bertanggung jawab atas serangan
Anggota TPNPB-OPM, Apeniel Tipagau, mengatakan rangkaian serangan dari awal tahun hingga Senin (8/2) lalu dilakukan oleh TPNPB-OPM kelompok Sabinus Waker.
Tipagau mengatakan, serangan pertama hingga ketiga di bawah pimpinan Aibon Kogoya sedangkan dua terakhir di bawah pimpinan Undius Kogoya.
"Sudah ada perintah dari atasan, Komandan Operasi Umum, Lekagak Telenggen untuk terus melakukan serangan," katanya.
"Tuntutannya adalah meminta Otonomi Khusus jilid II dihentikan, menghentikan rencana pertambangan Blok Wabu. Jika tidak dikabulkan, kami akan terus bergerak," tambah Tipagau.
Tipagau juga menegaskan kelompoknya tidak pernah menyerang warga sipil.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw, membantah terjadinya pengungsian.
"Laporan Kapolres Intan Jaya tidak benar. Masyarakat masih beraktifitas sebagaimana hari-hari," kata Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw saat dikonfirmasi.
Mengapa konflik di Intan Jaya terus terjadi?
Berdasarkan data Polda Papua, selama tahun 2020, KKB sedikitnya melakukan 49 aksi teror di tujuh kabupaten - terbanyak di Intan Jaya sebanyak 23 kali.
Dari aksi tersebut, total 17 orang tewas - 12 orang warga sipil, empat anggota TNI, dan satu polisi.
Ketua Tim Kemanusiaan untuk Intan Jaya yang juga aktivis HAM dari Lokataru, Haris Azhar, dan pengamat Papua dari LIPI, Adriana Elisabeth, mengatakan salah satu faktor penyebabnya adalah karena kepentingan sumber daya alam berupa emas di sana, Blok Wabu.
"Saya menduga adanya penciptaan kondisi konflik senjata di sana akibat kepentingan tambang emas. Aparat keamanan terus dikirim, bertambah dan masyarakat terus mengungsi, sementara dialog damai saya tidak pernah dengar," kata Haris Azhar.
Menurut Haris yang mengunjungi Intan Jaya pada Desember tahun lalu, setidaknya empat dari delapan distrik telah kosong yang mengungsi ke Timika, Nabire, dan gunung-gunung.
"Padahal mereka mau kembali ke kampung, bercocok tanam. Cuma tidak digubris sama pemerintah," ujarnya.
Hal senada diutarakan peneliti LIPI, Adriana Elisabeth. Menurutnya, konflik di Intan Jaya dan wilayah lain di pegunungan tengah Papua memiliki pola yang mirip.
"Konflik terjadi di wilayah yang memiliki sumber daya alam melimpah, di sini adalah. tambang. Saya condong melihatnya ke konflik SDA daripada ke konflik bersenjata dan alasan kemerdekaan," kata Adriana.
Contoh, di Blok Wabu, bekas lahan tambang PT. Freeport Indonesia, disebut memiliki kandungan emas hingga 8,1 juta ons.
Supaya konflik dapat mereda, bahkan selesai, Haris Azhar menyarankan pemerintah untuk menarik pasukan keamanan dan membuka dialog dengan KKB.
"Tarik pasukan keamanan, dan kirim tim dialog ke KKB itu, lakukan pendekatan kemanusian. Zaman SBY ada tim dialog itu," ujarnya.