Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelisik adanya peminjaman perusahaan yang diduga dilakukan tersangka Andreau Pribadi Misanta, selaku sekretaris pribadi eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut bahwa perusahaan itu dipinjam Andreau, agar mendapatkan izin ekspor benih lobster di Kementerian KP tahun 2020 yang kini telah berujung rasuah.
Semua keterangan itu didapat penyidik antirasuah, setelah memeriksa dua saksi dari pihak swasta. Mereka yakni, Bachtiar Tamin dan Baary Elmirfak Hatmaja, pada Selasa (9/2/2021).
"Saksi dikonfirmasi terkait dengan dugaan penggunaan perusahaan milik para saksi oleh AMP (Andreau Misanta Pribadi) dari tahun 2018 untuk mendapatkan izin sebagai eksportir benur di KKP," kata Ali, Rabu (10/2/2021).
Baca Juga: Kasus Suap Ekspor Benur Edhy Prabowo, KPK Panggil Enam Saksi Hari Ini
Sementara, ada empat saksi lainnya, namun mereka tidak memenuhi panggilan penyidik KPK. Keempatnya adalah Sugianto, Dian Ludin, dan Bong Lannysia selaku wiraswasta. Sedangkan, Habrin Kaye sebagai pegawai negeri sipil.
Ali mengaku akan kembali menjadwalkan panggilan terhadap empat saksi ini.
"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi. Tim penyidik KPK akan segera kembali mengirimkan surat panggilan dan KPK tetap menghimbau para saksi untuk kooperatif hadir sesuai dengan jadwal pemanggilan selanjutnya," ujar Ali.
Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan bahwa Edhy memakai uang izin ekspor benih lobster untuk kebutuhan pribadinya. Salah satu yang diungkap KPK, untuk membeli beberapa unit mobil. Kemudian, adanya penyewaan apartemen untuk sejumlah pihak.
Adapula, uang suap itu juga digunakan Edhy untuk pembelian minuman beralkohol jenis Wine. Kemudian, memakai uang suap lobster untuk membeli sejumlah bidang tanah.
Baca Juga: Bukan Debby, Kuasa Hukum Luruskan Edhy Prabowo Sewakan Apartemen untuk Devy
KPK pun kini tengah membuka peluang Edhy Prabowo akan dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Selain, kasus suap yang kini telah menjerat Edhy.
Edhy dalam perkara ini diduga menerima suap mencapai Rp 3,4 miliar dan 100 ribu dolar Amerika Serikat. Uang itu sebagian diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk berbelanja tas hermes, sepeda, hingga jam rolex di Amerika Serikat.
Edhy bersama istrinya Iis Rosita Dewi ditangkap tim satgas KPK di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada Rabu (25/11/2020) dini hari. Operasi tangkap tangan itu dilakukan KPK seusai Edhy dan istrinya melakukan kunjungan dari Honolulu, Hawai, Amerika Serikat.
Dalam OTT itu, KPK sempat mengamankan sebanyak 17 orang. Namun, dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik antirasuah dan pimpinan hanya tujuh orang yang ditetapkan tersangka termasuk Edhy.
Sementara istrinya, Iis Rosita Dewi lolos dari jeratan KPK. Iis kembali dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan intensif di KPK.
Edhy menjadi tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka adalah stafsus Menteri KKP, Safri; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan pemberi suap Direktur PT DPP, Suharjito. Kemudian, dua staf pribadi menteri KP Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin.