Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk mengusut sosok 'King Maker' yang belum terungkap dalam sidang perkara suap Fatwa di Mahkamah Agung terkait Djoko Tjandra.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim jika penyidk perlu mendalami terlebih dahulu sambil menunggu berkas putusan majelis hakim yang telah memvonis terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan hukuman sepuluh tahun penjara.
"Kami akan mendalami dulu karena kami tidak menangani perkara itu. Itu semua yang terungkap di persidangan untuk perkaranya Pinangki," ucap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/2/2021).
Ghufron tak mempungkiri bila nanti ditemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi lain yang belum terungkap, pihaknya tentu akan mendalami setelah putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap.
Baca Juga: KPK Didesak Bongkar Sosok King Maker yang Tak Terungkap di Sidang Pinangki
"Kalau ada dugaan-dugaan TPK (tindak pidana korupsi) lain yang belum diungkapkan tentu kami sangat terbuka. Tapi tentu kami akan menunggu dari hasil putusan dulu sejauh mana kemungkinan itu," ucap Ghufron
Ketika dipertegas oleh awak media, Ghufron tak menampik KPK akan mencari tahu sosok 'King Maker' selama pihaknya menemukan dua alat bukti yang cukup.
"Memungkinkan begitu sepanjang kemudian ada alat bukti yang mendukung," kata dia.
Seperti diketahui, dalam pertimbangan majelis hakim bahwa sosok 'King Maker' benar adanya setelah mendalami bukti percakapan milik terdakwa Pinangki, mantan pengacara Djoko Tjandra; Anita Kolopaking, dan saksi Rahmat.
"Menimbang bahwa berdasarkan bukti elektronik berupa komunikasi chat menggunakan aplikasi WA yang isinya dibenarkan oleh terdakwa, saksi Anita Kolopaking, serta keterangan saksi Rahmat telah terbukti benar adanya sosok 'King Maker'," kata Hakim IGN Eko dalam pembacaan putusan Pinangki di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (8/2/2021).
Baca Juga: Tak Beri Efek Jera, ICW: Vonis yang Pantas ke Pinangki Adalah 20 Tahun Bui
Untuk terdakwa Pinangki sudah divonis majelis hakim 10 tahun penjara denda Rp 600 juta, subsider enam bulan kurungan penjara.
Vonis majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung RI, yang hanya empat tahun penjara.