Suara.com - Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte mengklaim memiliki barang bukti berupa percakapannya dengan terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo dan Tommy Sumardi. Percakapan itu ia rekam saat ketiganya berada di dalam rumah tahanan.
Hal itu disampaikan Napoleon dalam kesaksiannya saat duduk sebagai terdakwa dalam perkara suap penghapusan Red Notice Djoko Tjandra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (8/2/2021).
Berawal ketika tim penasihat hukum Napoleon, Santrawan menanyakan kepada kliennya itu. Apakah pernah bertemu Tommy dan Prasetijo dan memiliki percakapan bersama ketiganya pada 14 Oktober 2020.
"Ada rekaman percakapan ?" tanya tim hukum Santrawan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (8/2/2021).
Baca Juga: Napoleon Sebut Bisa jadi Jenderal Bintang 3 Bila Tangkap Djoko Tjandra
"Ya, ada," jawab Napoleon.
Santrawan pun kembali menanyakan kepada Napoleon. Apakah membawa bukti percakapan dirinya bersama Tommy dan Prasetijo. Napoleon pun kembali menjawab membawa bukti percakapan itu.
"Bawa (bukti percakapan)," jawab Napoleon.
Mendengar jawaban Napoleon, Santrawan pun meminta izin majelis hakim agar bukti percakapan yang dibawa oleh terdakwa Napoleon untuk didengarkan dalam sidang.
Terkait hal itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung meminta agar majelis hakim mempertanyakan dan menjelaskan asal muasal barang bukti yang dipunyai oleh terdakwa Napoleon.
Baca Juga: Terkuak di Sidang, Anita Kirim Revisi Red Notice ke Djoko Tjandra via Email
"Maksud dari pertanyaan kami yang mulia, ketika putusan Perma Nomor 20 Tahun 2016 terkait informasi atau dukungan elektronik untuk sebagai barang bukti, maka harus dipastikan dan diperiksa terlebih dahulu," tanya Jaksa
Ketua Majelis Hakim Muhammad Damin pun mengambil alih sidang. Damis pun meminta tim hukum Napoleon menjelaskan awal adanya bukti percakapan itu.
Kemudian, tim hukum Napoleon, Santrawan pun menjelaskan percakapan itu diambil di dalam rumah tahanan pada 14 Oktober 2020.
"Kondisinya kami jelaskan, pada tanggal 14 Oktoer 2020, terdakwa (Napoleon) berada di dalam tahanan, Tommy Sumardi berada di dalam tahanan, dan Irjen Pol Prasetijo juga berada di dalam tahanan,"jawab Santrawan.
"Secara kebetulan, bertemulah mereka pada saat itu, dan tanpa diduga-duga, terjadilah rekaman itu," imbuhnya.
Santrawan berharap barang bukti percakapan itu agar dapat didengarkan dalam sidang. Agar, dapat adanya penilaian majelis hakim.
"Karena, ini adalah fakta, persoalan diterima atau tidak kami serahkam kepada yang mulia," ucap Santrawan.
Jaksa pun tetap dengan penolakannya untuk barang bukti itu tidak didengar dalam persidangan.
"Kami tetap pada pernyataan kami," ucap Jaksa.
Terkait penolakan itu, Santrawan menyebut bahwa barang bukti ini diambil oleh terdakwa Napoleon bersifat dadakan.
Mendengar debat tersebut, akhirnya Majelis Hakim meminta agar kubu Napoleon menyerahkan barang bukti itu.
"Bagaimana kalau diserahkan ke majelis hakim biar didengar dan dianalisa," ucap Majelis Hakim
Pengacara Napoleon, Santrawan pun mengiyakan untuk barang bukti itu dianalisa oleh majelis hakim.
"Baik yang mulia," kata dia.
Dakwaan Jaksa
Kasus suap red notice Djoko Tjandra telah menyeret beberapa nama, dua jenderal polisi. Kasus ini pun sudah masuk ke persidangan.
Dalam kasus ini, Irjen Napoleon Bonaparte didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kemudian, Brigjen Prasetijo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.
Sedangkan, Tommy Sumardi didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.