Suara.com - Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif menganggap kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diterapkan pemerintah untuk Pulau Jawa dan Bali tidak menyentuh aspek pencegahan penularan virus sehingga tidak efektif mengendalikan kasus COVID-19.
"Kan sudah jelas, bahkan Pak Jokowi juga mengakui PPKM ini tidak efektif," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan bila pemerintah tetap melaksanakan kebijakan PPKM dengan model seperti itu, maka angka penularan COVID-19 akan terus terjadi.
Hal itu dikarenakan kebijakan PPKM Jawa dan Bali periode pertama 11 hingga 25 Januari dan periode kedua 26 Januari hingga 8 Februari tidak tegas. Selain itu, selama pembatasan diterapkan, juga tidak ada kontrol atau pengawasan yang jelas.
Baca Juga: Roy Suryo Kritik Jokowi Bikin Istilah Aneh COVID-19, Misal PPKM: Bingung
Sebagai contoh, tidak tegas dan pengawasan yang kurang tersebut dapat dilihat dari laju kendaraan di jalan raya terutama Jakarta yang sama saja seperti hari-hari biasanya.
Tidak hanya laju kendaraan yang terlihat normal seperti hari-hari biasanya, Syahrizal melihat selama kebijakan PPKM orang-orang juga lebih banyak bekerja di kantor.
Padahal, seharusnya penurunan intensitas laju transportasi dan bekerja dari rumah salah satu hal yang mesti dilakukan agar penyebaran virus dapat dikendalikan.
Tidak hanya itu, tidak efektifnya PPKM Jawa dan Bali juga disebabkan oleh penelusuran (tracing) kasus COVID-19 di Tanah Air yang belum maksimal.
Seharusnya, ketika diketahui ada satu individu yang terinfeksi COVID-19, maka petugas kesehatan harus bergerak cepat mencari orang-orang yang berhubungan langsung dengannya.
Baca Juga: Aturan PPKM Mikro, Tempat Ibadah Bisa Ditutup dalam Kondisi Ini
"Tidak usah 30 orang, 10 saja sudah bagus tapi itu sama sekali tidak lakukan," ujar dia.
Akibatnya, penularan virus dari satu orang ke orang lain terus terjadi di tengah masyarakat. (Antara)