Suara.com - Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, kembali menggelar sidang lanjutan dengan terdakwa Direktur PT. Multicon Indra Jaya Terminal, Hiendra Soenjoto, Jumat (5/2/2021). Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangam saksi dyang dihadirkan JPU KPK.
Saksi dari pihak swasta bernama Iwan Cendekia Liman. Dalam kesaksianya, Iwan Liman mengaku pernah meminjamkan uang senilai Rp 10 miliar kepada menantu eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Saat itu, kata Iwan Liman, uang dipinjam Rezky untuk mengurus sebuah perkara milik perusahaan Hiendra PT MIT melawan PT. Kawasan Berikat Nusantara yang sudah bergulir di Mahkamah Agung.
"Yang pinjam uang kepada saya bukan pak Hiendra, pada saat itu, adalah saudara Rezky Herbiyono, untuk urusannya pak Hiendra," kata Iwan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (5/2/2021).
Baca Juga: KPK Dapat Izin Hakim Periksa Nurhadi Terkait Kasus Penganiayaan
"Ya, ada perkara antara PT KBN vs PT MIT, yang membutuhkan dana Rp 10 miliar, saya langsung mentransfer ke rekening Rezky," tambahnya.
Iwan mengatakan mau meminjamkan uang karena Rezky menjaminkan berupa 8 lembar cek PT MIT, dan tiga lembar cek Bank Bukopin dengan nilai total Rp 81 miliar.
Mendengar keterangan itu, jaksa merasa aneh. Kemudian bertanya kepada saksi Iwan Liman apakah terdakwa Hiendra mengetahui jaminan yang diberikan Rezky kepada saksi. Karena jaminan itu berupa aset-aset milik PT MIT, yang dimana merupakan milik Hiendra.
"Nggak. Karena pada saat itu perjanjiannya antara saya dan Rezky. Rezky mengatakan terkait urusan ini, saya langsung ke Rezky Herbiyono tidak melalui Hiendra," ungkap Ali
Jaksa kemjudian mencecar saksi Iwan Liman kenapa jaminan yang diberikan Rezky jauh lebih besar dari pinjaman uang Rp 10 miliar.
Baca Juga: KPK Fasilitasi Polres Jaksel Periksa Nurhadi Kasus Dugaan Penganiayaan
"Pinjaman kan cuma Rp 10 miliar, kok jaminan sampai Rp 81 Miliar?," tanya Jaksa.
"Karena saudara Rezky menjanjikan kepada saya akan mengembalikan dari denda yang dibayarkan dari PT KBN kepada PT MIT Rp 81 miliar, itu dibagi 70:30, 70 persen untuk saya dab 30 persen untuk Rezky," jawab Iwan.
Setelah mentransfer sebesar Rp 10 miliar ke Reszky, Iwan sempat mencari tahu apakah Rezky benar-benar meminjam uang untuk mengurus perkara atau tidak. Ia juga memastikan jaminan yang telah diterimanya dari Rezky.
Ia mengaku sempat mengunjungi rumah Nurhadi dikawasan Hang Lekir, Jakarta Selatan. Ketika itu, ia bertemu Rezky dan Rezjy menyampaikan bahwa perkara PT MIT dan PT KBN masih berjalan.
"Itu, Juni 2015, saya sempat bertemu dengan Nurhadi (di rumah Hang Lekir), tapi nggak menyampaikan secara spesifik. Tapi, Rezky menyampaikan kepada saya 'tenang aja, perkara yang ditangani aman'," ungkap Iwan.
Iwan mengatakan pinjaman tersbeut telah jatuh tempo dan lewat sampai tiga bulan. Uang yang dipinjam Rezky belum dikembalikan.
Ia pun mencoba untuk mencairkan jaminan yang telah diberikan Rezky. Awalnya ingin mencairkan sebesar Rp 10 Miliar. Namun saldo tersebut tidak cukup.
"Tidak ada dana atau kurang saldo sehingga ditolak. Pencairan pertama Februari tahun 2016. Satunya juga saya cairkan lagi. Mei 2016. Ditolak lagi," ucap Iwan.
"Intinya belum ada upaya dikembalikan," tutup Iwan.
Dalam dakwqan jaksa, Hiendra terbukti memberikan uang suap kepada eks Sekretaris MA, Nurhadi mencapai Rp 45,7 miliar.
"Telah melalukan beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sejumlah Rp45,7 miliar kepada Nurhadi selaku sekretaris MA tahun 2012-2016," kata Jaksa KPK Gina Saraswati saat membacakan dakwaan.
Jaksa Gina menyebut uang itu diberikan Hiendra melalui menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono. Uang suap itu diberikan agar Nurhadi dapat membantu perkara Hiendra yang bergulir di persidangan.
Perkara yang membuat Heindra menyuap Nurhadi dan Rezky agar dapat mengurus perkara antara PT. Multicon Indrajaya Terminal (PT. MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT.KBN).
Dimana, terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo container milik PT. KBN seluas 57.330 meter persegi dan seluas 26.800 meter persegi yang terletak di wilayah KBN Marunda Kavling C3-4.3 dan gugatan melawan Azhar Umar terkait dengan sengketa kepemilikan saham PT MIT.
"Yang bertentangan dengan kewajiban Nurhadi selaku penyelenggara negara," tuturnya.
Atas dasar itu, Hiendra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.