Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung hingga majelis hakim dapat menolak justice collaborator (JC) yang diajukan oleh terdakwa Djoko Tjandra. Djoko dijerat dalam perkara kasus gratifikasi pengurusan Fatwa ke Mahkamah Agung (MA) dan perkara suap penghapusan red notice saat masih dinyatakan buron.
Djoko melalui tim penasihat hukumnya, mengajukan JC atau pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum kepada majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.
"ICW mendesak agar Jaksa Penuntut Umum menolak permohonan Justice Collaborator yang saat ini sedang diajukan oleh Joko S Tjandra," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Jumat (5/2/2021).
Kurnia pun memiliki alasan agar Jaksa maupun hakim untuk menolak JC Djoko Tjandra.
Baca Juga: Satu Vaksin Oxford Malah Punya Efektivitas Tinggi saat Dosis Kedua Ditunda
Salah satu sayrat yang harus dimiliki terdakwa adalah mengakui kejahatannya, bukan menjadi pelaku utama, serta memberikan keterangan yang signifikan.
Menurut Kurnia, Djoko Tjandra tidak masuk dalam katagori untuk mendapatkan permohonan JC.
Kurnia pun mengambil contoh, kasus suap permohonan fatwa MA yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. ICW menilai Djoko yang juga sebagai terdakwa dianggap tidak sama sekali terbuka memberikan keterangan selama persidangan.
"Hingga saat ini Joko S Tjandra tidak menjelaskan secara klir, apa yang membuat ia percaya dengan Pinangki? Apakah ada oknum lain yang meyakinkan Joko S Tjandra sehingga kemudian ia percaya lalu bekerjasama dengan Pinangki ? Sebab, logika awam, seorang buronan kelas kakap seperti Joko S Tjandra, tidak mungkin begitu saja percaya kepada Pinangki, terlebih Jaksa tersebut tidak memiliki jabatan penting di korps adhyaksa," ucap Kurnia.
Apalagi, kata Kurnia, saat perkara itu terbongkar Djoko juga sama sekali tidak koperatif.
Baca Juga: Sebut Lockdown Weekend Tak Efektif, Epidemiolog: Bukti Kehabisan Akal
Djoko Tjandra justru malah melarikan diri ke Malaysia, sampai akhirnya Kepolisian Diraja Malaysia bersama dengan Bareskrim Polri menangkap Djoko.
"Ihwal syarat “bukan pelaku utama” mesti disorot, pertanyaan sederhananya: Jika ia mengajukan diri sebagai JC, tentu ia menganggap dirinya bukan pelaku utama, lalu siapa pelaku utamanya?," tutup Kurnia
Kemarin, Tim penasihat hukum, Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo mengatakan alasan kliennya mengajukan JC karena Djoko dianggap memiliki peran dalam membantu aparat penegak hukum dalam membongkar kasus yang kini menjeratnya.
Maka itu, Soesilo berharap majelis hakim nantinya mempelajari dan mempertimbangkan pengajuan JC oleh kliennya untuk mendapatkan keringanan hukuman.
"Artinya, Pak Djoko meyakini dirinya ini punya peran dalam membuka peristiwa-peristiwa pidana yang sekarang disidangkan ini,"kata Soesilo
"Karena Pak Djoko membuka peran itu, tentu Pak Djoko ingin dihargailah sebagai nanti ketika tuntutan atau putusan supaya paling tidak ringan atau dimudahkan ketika jika nanti dihukum, untuk mendapatkan remisi, dan sebagainya," imbuhnya.