Suara.com - Pentolan KAMI sekaligus terdakwa kasus penyebaran informasi bohong atau hoaks, Jumhur Hidayat masih mendekam di Rutan Bareskrim Polri.
Karenanya, selama rangkaian persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumhur tak sekali pun hadir langsung di ruang sidang. Dia hanya ikut secara virtual melalui sambungan Zoom.
Oky Wiratama, pengacara Jumhur, mengakui baru sekali bertemu kliennya. Sebelumnya, tim kuasa hukum kesulitan bertemu Jumhur untuk menjalin komunikasi karena aksesnya dipersulit.
"Minggu lalu kami baru dikasih kesempatan untuk berkunjung oleh jaksa. Tapi sebelumnya kami sangat kesulitan untuk bertemu, karena selalu di halang-halangi petugas Bareskrim," kata Oky di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2021).
Baca Juga: Pengacara Sebut Sidang Virtual Bikin Jumhur Hidayat Kesulitan Menyimak
Untuk itu, dalam sidang dengan agenda jawaban JPU atas eksepsi Jumhur, tim kuasa hukum kembali bertanya pada majelis hakim.
Pasalnya, hingga kini permohonan agar Jumhur dihadirkan di ruang sidang tak kunjung dijawab.
"Karena seperti yang teman-teman lihat, sangat kesulitan kan terdakwa untuk mendengar siapa yang berbicara, dan itu juga menyulitkan kami selaku kuasa hukum, dalam pembelaan," sambungnya.
Oky mengatakan, selama Jumhur tidak dihadirkan di ruang sidang, proses pembelaan terhadap kliennya tidak dapat berjalan secara maksimal.
Di lain sisi, majelis hakim hingga kini belum memberi kejelasan terkait permohonan tersebut.
Baca Juga: Kuasa Hukum Jumhur: Jaksa Anggap Perubahan Dakwaan Seperti Akta Perjanjian
"Karena kami tidak bisa maksimal kalau terdakwa tidak bisa dihadirkan langsung ke persidangan. Namun tadi majelis hakim belum memutuskan untuk mengiyakan atau tidak. Keputusannya nanti minggu depan," papar Oky.
Terkait penangguhan penahanan, tim kuasa hukum tetap berupaya mengajukannya. Senada dengan permohonan dihadirkanya Jumhur di ruang sidang, permohonan penangguhan penahanan tak kunjung menemui kepastian.
"Untuk penangguhan penahanan juga kami sampaikan, pemohonnpada majelis hakim menangguhkan penahan terdakwa jumhur tapi dari majelis hakim belum ada kepastian, sama minggu depan juga," kata dia.
Sebar hoaks
Sebelumnya, Jumhur didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya di Twitter soal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Jumhur juga dianggap dengan cuitannya membuat masyarakat menjadi berpolemik. Hal tersebut berimbas kepada aksi unjuk rasa pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
Dalam dakwaan itu, Jumhur dijerat dengan dua pasal alternatif. Pertama, dia dijerat Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari UU RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.