Kremasi Paksa di Sri Lanka Picu Kemarahan Umat Islam

Kamis, 04 Februari 2021 | 14:35 WIB
Kremasi Paksa di Sri Lanka Picu Kemarahan Umat Islam
DW
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pemerintahan Presiden Gotabaya Rajapaksa mengklaim bahwa mengubur korban COVID-19 yang meninggal dapat mencemari air tanah, meskipun pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan penguburan korban virus corona aman dan tidak menimbulkan risiko.

Kepala Epidemiologi Sri Lanka, Sugath Samaraweera, mengatakan komite ahli memperingatkan pemerintah bahwa penguburan dapat mencemari permukaan air tinggi negara pulau itu.

Beberapa keluarga Muslim dan Katolik, profesional kesehatan, dan pemimpin agama telah menantang keputusan Mahkamah Agung tentang kremasi dan meminta bukti penguburan korban COVID-19 dapat mencemari air tanah.

Pengadilan, bagaimanapun, telah menolak semua petisi tersebut.

"Ini adalah masalah hak asasi manusia. Penguburan diperbolehkan di setiap negara di dunia. Pemerintah harus menjawab mengapa menolak penguburan yang bermartabat bagi warganya yang meninggal," kata Azath Salley, seorang politisi dan mantan Gubernur Provinsi Barat, kepada DW.

"Apakah pemerintah ini menghukum Muslim karena tidak memilih mereka?" dia menambahkan.

Kremasi paksa

Kisah lain yaitu Mohammed Minhaj yang berusia 19 tahun juga dikremasi secara paksa setelah meninggal karena komplikasi COVID-19 pada bulan Oktober lalu, demikian menurut anggota keluarga.

"Minhaj adalah adik laki-laki saya dan dia menderita kelainan bentuk dan kebutaan yang parah," kata Mohammed Mazeer, saudara laki-laki Minhaj, kepada DW.

Baca Juga: Diklaim Meninggal Kena Serangan Jantung, Ibu Ini Bangun saat Mau Dikremasi

Mazeer mengatakan pihak berwenang menguji 18 anggota keluarga dan mengkarantina keluarga tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI