Makin Abai, Pemerintah Didesak Batalkan Pemotongan Insentif Nakes

Erick Tanjung Suara.Com
Kamis, 04 Februari 2021 | 12:40 WIB
Makin Abai, Pemerintah Didesak Batalkan Pemotongan Insentif Nakes
Sejumlah tenaga kesehatan bersiap melakukan perawatan terhadap pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintahan Joko Widodo dinilai abai dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kesehatan atau nakes. Pasalnya pemerintah mengeluarkan kebijakan pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19.

Kebijakan pemerintah itu dipandang tidak adil, sebab anggaran untuk proyek infrastruktur justru meningkat 67 persen.

Karena itu, Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan mendesak pemerintah membatalkan kebijakan yang tidak pro kesehatan tersebut. Koalisi terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), LaporCovid19, Lokataru Foundation dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

"Pemerintah harus membatalkan kebijakan terkait pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan," kata Wana Alamsyah, peneliti ICW mewakili anggota koalisi dalam keterangan pers yang diterima Suara.com, Kamis (4/2/2021).

Baca Juga: Komisi IX Sayangkan Pengurangan Insentif Nakes

Wana menjelaskan, pada 1 Februari 2021 lalu Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengenai permohonan perpanjangan pembayaran insentif bulanan dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan dan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang menangani Covid-19. Dalam surat tersebut tercantum besaran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang dipotong oleh pemerintah.

Besaran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 447 tahun 2020 (Kepmenkes 447/2020). Dalam aturan tersebut besaran insentif yang didapatkan oleh tenaga kesehatan bervariasi: Dokter Spesialis Rp15 juta; Dokter Umum dan Gigi Rp10 juta; Bidan dan Perawat Rp7,5 juta; dan Tenaga Medis Lainnya Rp5 juta.

Sedangkan dalam surat yang dikirimkan oleh Menteri Keuangan, insentif yang berhak didapatkan oleh tenaga kesehatan dipotong 50 persen.

"Kami mendesak pemerintah segera merealisasikan pemberian insentif dan santunan kematian kepada tenaga kesehatan," ujarnya.

Tak berhenti disitu, akhir Januari lalu, Indonesia menduduki peringkat atas se-Asia dengan kasus aktif terbanyak yakni 174.083 kasus. Buruknya tata kelola tidak diimbangi dengan politik anggaran yang berfokus pada penanganan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Insentif Nakes Dipotong, PKS: Cara Pemerintah Sungguh Tak Manusiawi

Alih-alih memperbesar anggaran kesehatan, pemerintah di tahun 2021 malah menaikkan anggaran infrastruktur sekitar 67 persen atau menjadi sebesar Rp417,4 triliun dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya Rp281,1 triliun.

Dalam APBN 2021, anggaran untuk bidang kesehatan khususnya penanganan Covid-19 mengalami penurunan cukup drastis. Tahun 2020 pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan khusus Covid-19 sebesar Rp87,55 triliun. Sedangkan tahun 2021 anggaran tersebut turun menjadi Rp60,5 triliun. Pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan ini diduga disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran untuk Covid-19.

Buruknya tata kelola penanganan Covid-19 oleh pemerintah juga terlihat pada aspek realisasi anggaran penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan. Per tanggal 11 Desember 2020, pemerintah baru menggelontorkan insentif tenaga kesehatan kepada 485.557 orang dengan total anggaran sebesar Rp3,09 triliun.

Sedangkan santunan kematian baru diberikan kepada 153 keluarga atau 20 persen dari 647 tenaga kesehatan yang meninggal dengan anggaran sebesar Rp46,2 miliar.

"Masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif dan santunan kematian. Salah satu penyebabnya karena tata kelola data yang dimiliki oleh pemerintah buruk," ungkapnya.

Berdasarkan data LaporCovid-19 per tanggal 26 Januari 2020, ada sebanyak 75,6 persen atau sekitar 120 orang dari 160 tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif. Sedangkan 24 persen lainnya menerima insentif namun tidak sesuai dengan Kepmenkes 447/2020.

"BPK dan KPK segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anggaran penanganan Covid-19," kata Wana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI