Suara.com - Pemerintahan Joko Widodo dinilai abai dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kesehatan atau nakes. Pasalnya pemerintah mengeluarkan kebijakan pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19.
Kebijakan pemerintah itu dipandang tidak adil, sebab anggaran untuk proyek infrastruktur justru meningkat 67 persen.
Karena itu, Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan mendesak pemerintah membatalkan kebijakan yang tidak pro kesehatan tersebut. Koalisi terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), LaporCovid19, Lokataru Foundation dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
"Pemerintah harus membatalkan kebijakan terkait pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan," kata Wana Alamsyah, peneliti ICW mewakili anggota koalisi dalam keterangan pers yang diterima Suara.com, Kamis (4/2/2021).
Wana menjelaskan, pada 1 Februari 2021 lalu Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengenai permohonan perpanjangan pembayaran insentif bulanan dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan dan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang menangani Covid-19. Dalam surat tersebut tercantum besaran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang dipotong oleh pemerintah.
Besaran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 447 tahun 2020 (Kepmenkes 447/2020). Dalam aturan tersebut besaran insentif yang didapatkan oleh tenaga kesehatan bervariasi: Dokter Spesialis Rp15 juta; Dokter Umum dan Gigi Rp10 juta; Bidan dan Perawat Rp7,5 juta; dan Tenaga Medis Lainnya Rp5 juta.
Sedangkan dalam surat yang dikirimkan oleh Menteri Keuangan, insentif yang berhak didapatkan oleh tenaga kesehatan dipotong 50 persen.
"Kami mendesak pemerintah segera merealisasikan pemberian insentif dan santunan kematian kepada tenaga kesehatan," ujarnya.
Tak berhenti disitu, akhir Januari lalu, Indonesia menduduki peringkat atas se-Asia dengan kasus aktif terbanyak yakni 174.083 kasus. Buruknya tata kelola tidak diimbangi dengan politik anggaran yang berfokus pada penanganan pandemi Covid-19.
Baca Juga: Komisi IX Sayangkan Pengurangan Insentif Nakes
Alih-alih memperbesar anggaran kesehatan, pemerintah di tahun 2021 malah menaikkan anggaran infrastruktur sekitar 67 persen atau menjadi sebesar Rp417,4 triliun dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya Rp281,1 triliun.