Suara.com - Kudeta militer yang terjadi di Myanmar menuai kecaman dari banyak negara di dunia. Menyadur Bangkok Post Senin (01/02), Amerika adalah salah satu negara yang paling lantang menentang aksi ini.
Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki mengatakan Amerika Serikat akan mengambil tindakan terhadap pihak yang bertanggung jawab dan mendorong agar kudeta dibatalkan.
Menlu AS yang baru dilantik, Antony Blinken juga meminta militer Myanmar untuk membebaskan semua pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil.
Ia menekankan agar militer menghormati keinginan rakyat Burma seperti yang diungkapkan dalam pemilihan demokratis pada 8 November.
Baca Juga: Profil Aung San Suu Kyi, Penasihat Negara Myanmar Ditangkap Militer
Seperti Amerika, Menlu Australia Marise Payne mengatakan agar militer Myanmar menghormati hukum dan menyelesaikan permasalahan dengan jalur yang semestinya.
"Kami menyerukan kepada militer untuk menghormati supremasi hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan lainnya yang telah ditahan secara tidak sah," kata Marise Payne.
India melalui Kemenlu mengungkapkan keprihatinannya terhadap Myanmar. Mereka juga mengatakan mendukung proses transisi demokrasidengan supremasi hukum yang ditegakkan.
Singapura juga mengungkapkan keprihatianannya terhadap Myanmar. Melalui Kemenlu, mereka menambahkan bahwa warga Singapura di Myanmar perlu waspada terhadap situasi saat ini.
Bob Rae, duta besar Kanada untuk PBB, mencuitkan status terkait kudeta militer Myanmar. "Konstitusi 2008 dirancang untuk memastikan kekuatan militer tertanam kuat dan terlindungi," katanya.
Baca Juga: Hentikan Ketegangan, PBB Imbau Militer Myanmar Hormati Hasil Pemilu
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk dengan keras penahanan militer terhadap Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya.
"Perkembangan ini merupakan pukulan serius bagi reformasi demokrasi di Myanmar," kata juru bicara Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan.