Suara.com - Satu dari sekian keluarga korban Sriwijaya Air SJ182, pesawat yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, awal Januari 2021, menuntut perusahaan Boeing.
Tuntutan itu didasarkan atas dasar dugaan kerusakan besar pada pesawat Sriwijaya Air SJ182 yang diproduksi oleh Boeing.
Hal tersebut diungkap firma hukum yang berbasis di Amerika Serikat, sebagai perwakilan keluarga korban Sriwijaya Air SJ182 tersebut.
"Satu keluarga korban pesawat dengan nomor penerbangan SJ-182 mengajukan tuntutan terhadap Boeing ke pengadilan Circuit Court of Cook County di Illinois, (markas Boeing) pada 25 Januari lalu," kata Alexandra Wisner dari firma hukum Wisner yang berkantor di Chicago.
Baca Juga: Pakar: Ahli Waris Korban Sriwijaya Air Bisa Tuntut Perusahaan Boeing di AS
"Langkah berikutnya adalah Boeing akan menjawab ... mereka kemungkinan akan menolak semua tuduhan itu ... dan kasus ini akan bergerak ke soal temuan ... Boeing akan ditanya tentang informasi dan dokumentasi terkait jatuhnya pesawat," kata Alenxandra kepada BBC News Indonesia, Kamis (28/1/2021).
"Berdasarkan penyelidikan awal kami, tampaknya kasus ini adalah kerusakan mesin yang sangat fatal," tambahnya.
Alexandra mengatakan tuntutan yang diajukan baru dari satu keluarga dan pihaknya telah dikontak "oleh sejumlah keluarga lain".
Berdasarkan dokumen tuntutan yang dikirim ke BBC, malfungsi pesawat 737-500 yang digunakan dalam penerbangan pada 9 Januari itu disebutkan menyebabkan pesawat menukik, dan jatuh tak lama setelah lepas landas dalam penerbangan dari Jakarta ke Pontianak.
Salah satu malfungsi, menurut dokumen dalam tuntutan itu, terkait sistem autothrottle, throttle otomatis yang memungkinkan pilot untuk mengontrol pengaturan daya dari mesin pesawat dengan menentukan karakteristik penerbangan yang diinginkan.
Baca Juga: SOS Pulau Laki, Basarnas: Tidak Ada Apa-apa di Situ
"[Boeing] secara teledor merancang, memanufaktur dan menjual pesawat yang mengalami kecelakaan, dan sistem autothrottle dapat mengalami kerusakan, serta berakibat mesin terganggu dan menyebabkan kehilangan kendali," demikian salah satu poin dalam tuntutan itu.
Alexandra Wisner mengatakan, proses gugatan seperti ini biasanya berlangsung selama dua tahun.
Namun, kasus kali ini kemungkinan sedikit lebih lama karena kegiatan di pengadilan terhambat akibat pandemi Covid-19.
Firma hukum Wisner mewakili para keluarga korban pesawat jatuh di Indonesia dalam tiga dekade terakhir.
Tahun lalu, perusahaan ini terlibat dalam penyelesaian ganti rugi dari Boeing atas korban kecelakaan Lion Air yang jatuh pada Oktober 2018.
Pencarian diarahkan pada percakapan pilot
Operasi pencarian melalui tim SAR telah dihentikan dan saat ini pencarian difokuskan mencari data pecakapan pilot, Cockpit Voice Recorder, CVR, dengan operasi dipimpin oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Data penerbangan atau Flight Data Recorder, FDR, telah ditemukan, namun tanpa CVR analisis penyebab jatuhnya tidak paripurna.
Dalam rilis yang diterima BBC Indonesia pada Selasa (19/01), KNKT menyatakan FDR sudah berhasil diunduh yakni sepanjang 27 jam.
Rekaman itu berisi data 18 penerbangan termasuk data Sriwijaya Air SJ182.
KNKT mengatakan laporan awal akan dikeluarkan sekitar awal Februari, atau sekitar 30 hari setelah pesawat jatuh.