Suara.com - Partai Golkar memilih agar jadwal pelaksanaan Pilkada tidak dilakukan serentak tahun 2024. Melainkan tetap berlangsung normal, yakni pada 2022 dan 2023. Salah satu pertimbangan menolak Pilkada serentak 2024 ialah dari sisi anggaran.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindea Nurul Arifin, menilai akan ada pembengkakan anggaran apabila Pilkada dilakukan serentak di tahun Pemilu.
"Karena kalau serentak di 2024 walaupun berbeda bulan ya kami takutnya, satu, ini kan anggaran akan membengkak sekali ya. Apakah negara di situasi seperti ini akan mampu untuk beban anggaran untuk pelaksanaan pemilu dan pilpres," kata Nurul kepada wartawan, Jumat (29/1/2021).
Alasan lain yang menjadi pertimbangan ialah berkaca pada Pemilu 2019. Di mana pelaksanaan Pemilu tahun tersebut mengakibatkan kematian dari sisi petugas karena kelelahan.
Baca Juga: Dicopot dari Ketua Harian DPD Golkar Sulut, Begini Pembelaan JAK
"Kedua, kami juga mengevaluasi apa yang menjadi keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55 tahun 2019 itu. Itu kan karena begitu banyak petugas penyelenggara yang wafat karena begitu bertumpuknya keserentakan itu. Jadi membuat penelenggara juga kelelahan," ujar Nurul.
Diketahui, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengklaim DPR sedang menjadwalkan ulang penyelanggaraan Pilkada. Jadwal tersebut akan kembali dinormalkan sesuai masa periode lima tahun.
Adapun penjadwalan ulang Pilkada diatur dalam revisi Undang-Undang tentnag Pemilu. Seperti diketahui di dalam Undang Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, Pilkada tahun 2022 dan 2023 dilakukan serentak pada 2024.
"Jadi yang harusnya diundang-undang di 2024, kita normalkan 2022 sebagai hasil pilkada 2017 tetap dilakukan, 2023 sebagai hasil pilkada 2018 tetap dilakukan dan seterusnya. Kalaupun ada keinginan disatukan itu di 2027, tapi itu belum final disatukan itu," kata Saan di Kompleks Parlemen DPR, Selasa (26/1/2021).
Namun dikatakan Saan hampir seluruh fraksi di DPR menginginkan agar pelaksanaan Pilkada tetap berjalan lima tahun sekali sesuai masa periode kepala daerah.
Baca Juga: Dinamika Pilkada di Tengah Pandemi Hingga Dampak yang Diberikan
Saan menuturkan ada banyak hal yang menjadi pertimbangan kenapa kemudian Pilkada 2022 dan 2023 tidak dibuat serentak pada 2024. Pertama ialah terkait persoalan pengamanan yang tidak memadai hingga pertimbangan dari sisi kualitas elektoral. Belum lagi jika berkaca pada Pemilu 2019 yang memakan banyak korban jiwa dari sisi petugas.
"Itu salah satu beban. Tapi paling penting nanti kualitas elektoral berkurang. Kenapa? Karena orang sudah gak fokus lagi. Kemarin saja kualitas elektoral untuk legislatif berkurang karena orang fokus terhadap pilpres," kata Saan.
Adapun terkait pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 sudah diatur dalam Pasal 731 angka 2 dan angka 3 di draf revisi UU tentang Pemilu.
Pasal 731
(2) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022.
Pasal 731
(3) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023.