IPK Indonesia Jeblok, Akibat Kebijakan Jokowi Tak Pro Pemberantasan Korupsi

Jum'at, 29 Januari 2021 | 15:29 WIB
IPK Indonesia Jeblok, Akibat Kebijakan Jokowi Tak Pro Pemberantasan Korupsi
Presiden Joko Widodo [ANTARA FOTO/Bayu Pratama]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada atau Pukat UGM, Zaenur Rohman menyebut Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia merosot pada 2020, tak lepas dari peran rezim Presiden Joko Widodo yang merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Indonesia kini berada diperingkat 102 dari 180 negara di tahun 2020. Dimana turun tiga poin dari 40 di tahun 2019. Dan ditahun 2020 kini mendapatkan 37 poin.

"Ini menunjukkan akumulasi dari kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi yang tidak pro terhadap pemberantasan korupsi," kata Zaenur kepada suara.com, Jumat (29/1/2021).

Zaenur tak mempungkiri bahwa IPK masih memiliki sejumlah kelemahan. Namun, IPK ini menjadi acuan disetiap periode sebelumnya. Ataupun, negara-negara yang ingin mengetahui apakah korupsi dinegaranya naik atau turun .

Baca Juga: IPK Indonesia 2020 Turun, Istana Klaim Jokowi Tegas Berantas Korupsi

"Itulah kegunaan dari IPK untuk melihat apakah situasi pemberantasan korupsi itu semakin membaik atau semakin memburuk," ujarnya.

Maka itu, Zaenur menilai jebloknya IPK Indonesia 2020 akibat ulah Pemerintah dan DPR RI merevisi UU KPK. Tanpa mendengar kritikan sejumlah tokoh pengiat anti korupsi maupun masyarakat luas.

"Ini satu dampak secara langsung bahwa semenjak revisi UU KPK itu, KPK tidak lagi efektif memberantas korupsi. Dukungan masyarakat terhadap KPK juga menurun," tuturnya.

"Keberanian pihak-pihak yang selama ini memanfaatkan situasi untuk melakukan tindak pidana korupsi juga kemudian naik," imbuhnya.

Akibat revisi UU KPK juga berdampak dengan menurunnya penindakan yang dilakukan lembaga antirasuah.

Baca Juga: Fadli Zon Nyinyir soal Vaksinasi Covid-19, Irma Chaniago Bilang Begini

Kemudian, faktor lainnya, yakni kemunduran demokrasi yang terjadi di Indonesia. Dimana, kebebasan berpendapat juga semakin turun.

"Itu menyebabhkan semakin melemahnya kontrol publik terhadap pemerintah sehingga peluang korupsi menjadi naik. Dalam situasi seperti itu gabungan antara dampak uu revisi kpk," ujar Zaenur.

Zaenur pun berharap ini menjadi perhatian khusus pemerintah. Jokowi harus mengembalikan eksistensi lembaga antirasuah dengan cara mengembalikan UU KPK yang sudah direvisi.

"Tanpa itu menurut saya Indonesia tidak bisa mempercepat pemberantasan korupsi," tutup Zaenur.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI